WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rupanya tak hanya masjid tiban Wonokerso Baturetno, di Wonogiri juga ada masjid tiban kuno bernama masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri.
Terungkap fakta bahwa masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri penuh misteri. Belum diketahui pasti kapan didirikan, warga sekitar dulunya tidak tahu proses pembangunannya dan mendadak ada bangunan masjid di tengah pemukiman.
Keberadaanya masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri yang ujug ujug alias tiba tiba itulah yang menjadi dasar penamaan sebagai masjid tiban.
Namun masyarakat sekitar percaya bahwa masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri dibangun ratusan tahun lalu. Perkiraan pembangunan pada tahun 1600-an.
Sayang kerangka bangunan masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri sudah tidak ada lagi. Masjid yang berdiri di bekas masjid kuno kini merupakan bangunan baru.
Namun jejak sejarahnya bisa diketahui dari peninggalan berupa dia buah kitab kuno yang masih tersimpan rapi hingga saat ini.
Masjid bangunan baru tersebut bernama Sabiilul Muttaqin. Hanya saja lebih dikenal masyarakat dengan sebutan yang sama dengan masjid sebelumnya yakni masjid Gunung Cilik.
Secar posisi masjid itu berada di pucuk bukit kecil yang berlokasi di tengah-tengah Dusun Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri. Masyarakat menyebut bukit kecil itu dengan nama Gunung Cilik.
Masjid Gunung Cilik disebut-sebut sebagai bukti sejarah cikal bakal penyebaran agama Islam di Wonogiri selatan. Untuk diketahui Dusun Pakem berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Kidul DIY. Sementara jarak Dusun Pakem dengan pusat Kota Wonogiri sekitar 49 kilometer.
Takmir Masjid Sabiilul Muttaqin, Sutomo, mengatakan keberadaan masjid Gunung Cilik di Pakem Sumberagung Pracimantoro Wonogiri diyakini sudah ada sejak 400 tahun lalu, sekitar 1600-an. Saat itu di Pakem baru ada delapan rumah yang posisinya berada di selatan masjid. Warga beraktivitas seperti biasanya, bertani dan berternak.
“Dulu serba terisolir, tapi mereka aktivitas biasa. Nah suatu saat warga itu melihat langgar (masjid kecil) yang berada di puncak Gunung Cilik. Setelah didatangi ternyata benar ada masjid. Tiba-tiba ada padahal tidak merasa membangun, tiba-tiba ada langgar. Makanya disebut masjid tiban,” kata Sutomo, Sabtu (1/4/2023).
Sutomo mengatakan, masjid Gunung Cilik itu terbuat dari kayu. Namun atapnya diyakini bukan dari genteng tanah. Dimungkinkan terbuat dari bahan seperti ijuk atau sirap. Namun, bentuk pasti masjid seperti apa belum ada gambaran. Diperkirakan saat itu bentuk masjid kebanyakan seperti joglo atau limasan.
Setelah dibersihkan warga, masjid itu dipakai untuk salat. Bahkan pada saat salat Jumat, banyak didatangi tokoh agama dari Girisubo Gunungkidul dan daerah Wonogiri selatan.
Seiring berjalannya waktu, kata Sutomo, masjid itu semakin rusak karena termakan usia. Warga setempat ingin memperbaiki namun tidak ada yang berani. Karena sudah rusak bertahun-tahun, warga berusaha menyelamatkan kayu masjid.
“Saat mau mengambil blandar (kayu di dekat atap) ditemukan kitab kecil, tulisannya arab di atas kayu. Buku itu sudah bertahun-tahun kena panas hujan tidak apa-apa, masih aman dan bisa dibaca. Cuma sampulnya sudah tidak ada, sampai sekarang masih bisa dibaca,” ungkap Sutomo
Sutomo membeberkan, berdasarkan cerita nenek moyang, kayu masjid yang dibongkar itu akan dibawa ke Pracimantoro. Saat ini jarak Pakem dengan pusat Kecamatan Pracimantoro sekitar 13 kilometer.
Namun, menurutnya, rencana itu gagal. Warga tidak berani membawa kayu itu keluar dari Pakem. Mereka takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengingat kayu itu merupakan bagian dari bangunan masjid tiban.
“Akhirnya kayu itu ditaruh di pekarangan. Di utara masjid ini, sekitar 300 meter dari sini. Kayu-kayu itu ditaruh dan pinggirnya dibuat galengan. Sehingga lama kelamaan tertutup tanah. Sekarang kayu-kayu itu sudah tertimbun tanah jadi halaman rumah warga,” jelas Sutomo.
Saat masjid tiban itu dibongkar, warga membuat masjid yang berlokasi di pojok Dusun Pakem, dengan ukuran 8 x 8 meter. Kemudian pada 1990-an masjid dipindah ke daerah yang lebih menengah (permukiman). Kemudian pada 2012, warga berinisiatif membangun masjid di Gunung Cilik kembali.
Menurut Sutomo, pembuatan masjid di Gunung Cilik tidak terfikirkan. Awalnya warga menebang pohon di sumber mata air dan sudah digergaji untuk memperbaiki masjid sebelumnya. Hingga akhirnya terfikirkan membangun masjid di Gunung Cilik kembali.
“Awalnya juga tidak berani bangun di Gunung Cilik. Kan sini menjadi tutupan (belantara), banyak kayu besar dan hewan. Mau bangun juga maju-mundur jadi atau enggak. Karena kan juga masih dianggap kramat bekas masjid tiban,” papar Sutomo.
Sutomo mengatakan, masjid yang saat ini berdiri di Gunung Cilik lebih besar dibandingkan masjid tiban sebelumnya. Sebab masjid saat ini diberi pondasi. Sementara itu, bekas tanah rata yang berada di pucuk Gunung Cilik saat itu hanya sekitar 3 x 3 meter. Sehingga dimungkinkan masjid tiban dulunya seluas itu.
Terkait kitab kuno, Sutomo menyebut jika setelah ditemukan, kitab itu disimpan oleh sesepuh desa secara turun-temurun. Terakhir sekitar 1989-1990, Sutomo diberi kepercayaan oleh pakdenya untuk membawa kitab itu. Sutomo membawa kitab itu selama 6 tahun. Hingga akhirnya kitab itu disimpan di masjid atas permintaan para sesepuh desa.
Ada dua kitab kuno yang tersimpan di masjid itu. Kadua kitab berwarna kuning itu bertuliskan arab. Kitab itu terbuat dari kulit hewan dan ditulis menggunakan tangan Adapun isi kitab itu tulisan Alquran, bacaan tahlil dan mujarobat. Sebab ada beberapa simbol bertuliskan arab. Aris Arianto