JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil yang menggadaikan kantor bupati, merupakan fenomena menarik.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK , Ali Fikri mengatakan KPK akan mendalami dugaan tersebut pada penyidikan yang saat ini masih berlangsung.
“Bila hal itu benar, ini fenomena menarik dan sepengtahuan kami baru kali ini terjadi. Kami nanti coba dalami aspek hukumnya melalui pendalaman pada proses penyidikan yang sedang kami selesaikan sekadang ini,” kata Ali Fikri saat dihubungi, Sabtu (15/4/2023).
KPK menyatakan belum bisa mengambil tindakan terkait tindakan Bupati Meranti Muhammad Adil yang mengagunkan kantornya ke bank sebagai jaminan kredit.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu informasi tersebut.
“Kami tidak akan gegabah untuk mengatakan ini salah atau tidak. Kami akan lebih dulu dalami apakah itu merupakan tindak pidana korupsi atau tidak,” kata Nurul Ghufron di Jakarta, Minggu (16/4/2023).
Ghufron memahami bahwa pengajuan kredit memang membutuhkan agunan untuk menjamin uang yang dipinjam tersebut dikembalikan.
“Kalau asetnya aset negara atau daerah itu tidak mungkin seandainya wanprestasi atau macet itu akan disita lalu dilelang,” ujarnya.
Nurul menyatakan pihaknya akan menelusuri masalah ini karena ada dugaan penggunaan aset negara sebagai jaminan dari kredit yang sifatnya personal.
“Karena ini dalam lalu lintas privat ya kredit, tapi walau kredit tapi kalau yang diagunkan barang milik negara itu mungkin atau tidak, sekali lagi akan kami dalami lebih dulu,” kata Ghufron.
Dugaan Muhammad Adil yang menggadaikan kantornya tersebut mengundang komentar dari pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio.
Agus mengatakan, aset negara tidak boleh digadaikan. Ada dua poin yang ia sampaikan terkait masalah kantor bupati yang digadaikan ini.
“Nah kalau itu yang terjadi, digadaikan, itu yang salah selain Bupatinya ya Kepala Banknya yang memberikan rekomendasi untuk diterima dan transfer uangnya,” kata Agus melalui sambungan telepon pada Tempo, Minggu (16/4/2023).
Oleh sebab itu, dia pun meminta bukan hanya Adil selaku Bupati Nonaktif Meranti yang disalahkan, tapi juga Kepala Bank yang menyetujui penggandaan aset negara.
“Kedua, kalau ini terjadi di Meranti berarti terjadi juga di beberapa daerah,” tegas Agus.
Menurutnya, hal ini harus segera diungkap oleh aparat penegak hukum maupun pemerintah daerah. Dia pun melihat ada kecenderungan di sini.
“Karena ini kecenderungannya begini, ini mau Pemilu (Pemilihan Umum), semuanya perlu uang,” beber Agus.
Lebih jauh, Agus juga menyebut pihak-pihak terkait termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas perbankan untuk turun tangan. “Saya yakin bahwa Bupati maupun orang Banknya ini paham aset tidak boleh digadaikan. Ini hanya sebatas korupsi saja,” tuturnya.
Sementara itu, ada beberapa beleid yang mengatur larangan penggadaian barang milik daerah.
“Barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat dijadikan tanggungan atau digadaikan untuk mendapatkan pinjaman,” begitu yang tertera dalam Pasal 307 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Larangan serupa juga tertera dalam Pasal 4 Ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, yaitu:
“Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilarang digadaikan/dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah.”