BOYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM — Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) pun mewaspadai bahaya kebakaran saat musim kemarau seperti sekarang ini. Kasus kebakaran di Gunung Merbabu terakhir terjadi pada pada 2018 dan 2019 lalu.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BTNGMb, Nurpana Sulaksono, saat ini, kondisi vegetasi hutan di Merbabu sudah mulai menguning dan mengering. Termasuk kondisi di sabana yang luasnya mencapai 1.000 hektar.
Saat ini rerumputan sabana sudah menguning. Untuk itu, pihaknya telah memetakan titik -titik rawan karhutla di batas kawasan.
“Namun, edukasi pada pendaki tetap ditekankan,” ujarnya, Kamis (27/7/2023).
Djelaskan, jalur pendakian Merbabu cenderung aman dari karhutla. Karena jalur pendakian menjadi lokasi yang sering dikunjungi atau dilewati.
Sehingga begitu ada kebakaran, pendaki bisa langsung mengantisipasi dan membantu mematikan api.
“Kita sudah memberikan imbauan dan larangan. Pendaki tidak diperbolehkan membuat api unggun,” lanjutnya.
Selain itu, BTNGMb juga masih menerapkan pembatasan kuota pendakian. Hal tersebut menjadi upaya mengurangi risiko karhutla.
Seperti di pintu pendakian Selo, kuota pendakian dibatasi hanya 536 pendaki dalam sehari. Sedangkan di jalur lain belum dibuka 100 persen. Seperti di jalur Suwanting, Magelang hanya 180-an pendaki/ hari.
“Pembatasan ini bertujuan untuk menjaga ekosistem. Sebelum adanya pembatasan, pendaki yang naik bisa mencapai 2-3 ribu di jalur Selo,” katanya.
Berkaca pada 2018 dan 2019, lanjut dua karhutla melahap 600 hektar hutan Merbabu.
“Kebajaran 2019, itu 600 hektar hutan terbakar dan itu lumayan besar. Kalau pada 2018 kebakaran dari Kabupaten Semarang,” ujarnya.
Beruntung pemulihan hutan yang habis terbakar sudah mulai pulih dengan tanaman kemandirian gunung. Atau tanaman asli dari Merbabu.
Kemudian, indikasi pemulihan ekosistem terlihat saat satwa asli Merbabu, rekrekan mulai kembali ke habitat awal. “Memang, rekonsiliasi Merbabu untuk memulihkan vegetasinya cukup cepat. Hanya berkisar tiga tahun saja” pungkasya. Waskita