Beranda Daerah Klaten Kini, Petani 7 Desa di Juwiring Klaten Bisa Nikmati Pengairan dari Bendung...

Kini, Petani 7 Desa di Juwiring Klaten Bisa Nikmati Pengairan dari Bendung Bagor 

Saluran irigasi dari Bendung Bagor yang berada di Desa Juwiring, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten / Istimewa

KLATEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Sistem gotong royong yang dilakukan masyarakat petani di tujuh desa dalam memelihara saluran irigasi di Bendung Bagor yang berada di Desa Juwiring, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten, membuat pengairan persawahan tidak lagi pernah kering.

Petani juga bisa menghemat biaya pengairan ratusan ribu per musim panen untuk biaya bahan bakar mesin pompa bor yang selama bertahun tahun digunakan untuk pengairan sawah.

Hal itu terjadi karena penyaluran air dari Bendung Bagor telah terbagi merata ke seluruh persawahan hingga wilayah hilir. Ketua Forum Relawan Irigasi (FRI), Sumartono mengatakan awalnya banyak petani di wilayah hilir Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Pusur yang tidak kebagian air.

Hal itu disebabkan karena masyarakat petani di tujuh desa yang ada di Kecamatan Juwiring bisa dengan seenaknya menutup dan membuka saluran air yang ada di Bendung Bagor.

“Kondisi itu pun membuat pabrik AQUA Klaten yang bermitra dengan Gita Pertiwi memfasilitasi pembentukan Forum Relawan Irigasi (FRI) untuk membantu pengaturan air dari Bendung Bagor agar terbagi merata ke semua lahan pertanian yang ada di Juwiring,” ujarnya, Senin (4/9/2023), sebagaimana dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Forum Relawan Irigasi yang sudah berdiri hampir dua tahun itu terdiri dari berbagai unsur mulai dari petani pengguna air, camat hingga kepala desa yang ada di Kecamatan Juwiring.

Setelah FRI terbentuk, kata Sumartono, semua bersepakat untuk memelihara jaringan saluran irigasi khususnya di daerah irigasi Bagor.

Ada juga kesepakatan untuk menangani keluhan petani secara swadaya dan gotong-royong dengan melibatkan tujuh desa.

Pembentukan FRI itu dilegalisasi melalui peraturan bersama (Perkades) tujuh desa meliputi Desa Pundungan, Juwiring, Bulurejo, Kwarasan, Kaniban, Tanjung dan Bolopleret, untuk mengelola saluran irigasi secara kolaboratif.

”Dalam perkades bersama itu dituangkan banyak hal. Salah satunya agar setiap desa menerima hak masing-masing dalam pengelolaan saluran irigasi, termasuk melakukan pembersihan sedimen dan sampah di saluran irigasi primer, sekunder dan tersier. Hal itu untuk memastikan air dapat terdistribusi dengan baik hingga ke wilayah hilir yang memiliki panjang 3,6 kilometer,” tukasnya.

Di sisi lain, dalam perkades itu juga menyebutkan agar masing-masing desa memberikan stimulan kepada FRI setiap tahunnya. Hal itu untuk mendukung dalam pengelolaan saluran irigasi yang melintasi 7 desa tersebut.

“Kini petani tidak lagi khawatir tidak kebagian air untuk mengairi lahan pertaniannya di musim kemarau sekalipun,” katanya.

Sebenarnya, imbuh Sumartono, sebelumnya sudah terbentuk Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) yang mengelola irigasi di tingkat desanya masing masing dan Gabungan Paguyuban Petani Pengguna Air (GP3A) dari tujuh desa yang sudah berjalan puluhan tahun.

Tapi, menurutnya, di dalamnya memang hanya berisikan petani pengguna air saja.  Apalagi selama ini banyak persoalan yang terjadi di tingkat desa.

Di mana, desa sendiri tidak mengurus saluran air tersiernya atau petak-petak  sawah. Akibatnya, suplai air dari saluran induk sangat kecil karena petaninya malas untuk mengurus dari saluran irigasi.

Dia mencontohkan Desa Bulurejo yang semula wilayahnya saat musim hujan saja harus menyedot air dengan pompa untuk mengairi persawahannya.

Banyak petak-petak sawah yang kering karena kekurangan air. Begitu juga dengan Desa Kaniban yang saluran tersiernya banyak yang tersumbat dengan sampah sehingga air tidak bisa mengalir ke petak-petak sawah.

“Tapi, sejak terbentuknya FRI, saat musim kemarau saja hanya sedikit petani di Desa Bulurejo yang menyedot air dengan pompa. Kemudian di Desa Kaniban, para petaninya juga sudah mulai membersihkan saluran tersier. Selain membersihkan sedimentasi, kami juga memperbaiki plengseng yang ambrol supaya lebih kuat dan fungsional. Artinya, FRI yang baru hampir dua tahun berdiri, hasilnya sudah dirasakan para petani,” ucapnya.

Sementara itu Rama Zakaria Stakeholder Relation Manager AQUA Klaten menyampaikan, pihaknya mendukung aksi kolaboratif yang sudah ada.

“Secara berkala kami mengajak semua pemangku kepentingan untuk bergerak bersama. Selain Masyarakat pengguna air seperti petani dan warga desa, dari elemen TNI yaitu Kodim 0723/Klaten dan akademisi juga kita ikut bergerak bersama. Upaya di hilir ini melengkapi pendekatan komprehensif dari manajemen air kami dari Hulu Merapi hingga di Hilir, di Juwiring ini. Sekali lagi kami tidak bekerja sendiri dan selalu akan mengedepankan semangat kolaborasi dan bersinergi,” tandasnya. Suhamdani