JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dua jenderal (Purnawirawan) TNI yang kebetulan menantu dan mertua, yakni Andika Perkasa dan Mertuanya, AM Hendropriyono akhirnya pecah kongsi dalam hal dukungan politik.
Andika Perkasa berada di gerbong Ganjar Pranowo, sedangkan sang mertua yang juga mantan Kepala BIN AM Hendropriyono merapat ke kubu Prabowo.
Bahkan, Hendropriyono menunjukkan kesetiannya kepada Prabowo.
Awalnya dalam acara yang dihadiri Letjen (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Mayjen (Purn) Zacky Anwar Makarim dan Ketua Umum Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur Eurico Guterres, Prabowo meminta Hendro bernyanyi.
Hendropriyono pun tak menolak ajakan juniornya di ABRI tersebut.
“Saya mau menyanyi karena kesetiaan saya kepada pak Prabowo,” ujar bekas Ketua Umum PKPI tersebut.
Sementara dari kubu seberang, sang menantu, Andika Perkasa, yang awalnya sempat digadang jadi cawapres Ganjar, akhirnya ditunjuk sebagai Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo.
Ia didapuk mendampingi Ketua TPN Ganjar, yakni Arsjad Rasjid.
Dalam beberapa kesempatan, mantan KSAD ini sempat ditanya apa alasannya mendukung Ganjar di Pilpres 2024.
Ia hanya menjawab, “Ini persoalan hati dan pribadinya yang lebih cocok. Sebenarnya susah juga dijelaskan rasionalitasnya apa, karena memang lebih ke hati sih. Ya saya merasa cocok untuk mendukung Mas Ganjar.”
Manuver Politik
Perbedaan dukungan dalam sebuah keluarga sangat wajar hanya saja jika ini terjadi pada menantu dan mertua yang berstatus mantan jenderal bintang 4, tentu menimbulkan banyak tafsiran.
“Saya rasa ini lazim ya, dalam konteks keluarga itu preferensi politik bisa berbeda, tentunya ini soal realitas politik yang kaitannya dengan kepentingan masing-masing,” ujar Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa kepada Tribunnews.com, Kamis (7/9/2023).
“Misalnya saja, Andika masuk jadi bagian dari koalisi pendukung Ganjar karena berpotensi menjadi pendamping ataupun menteri, jadi ini menjanjikan juga”
“Sedangkan Hendropriyono menjadi pendukung Prabowo karena pernah bersama-sama dalam tugas kemiliteran, bahkan Hendro sendiri besar dan jaya di era Soeharto, tentunya ini fakta historisnya,” kata Herry.
Ia menilai, baik Ganjar dan Prabowo adalah produk yang menjadi pilihan rasional dari pasca pemerintahan Jokowi sehingga tak ada persoalan karena kepentingan kontinuitas kekuasaan politiknya terpenuhi.
Namun, di sisi lain, ia juga menganalisa jika fenomena di atas juga bagian dari manuver politik Hendropriyono dan menantunya, Andika Perkasa.
“Jelas pasti ini bagian dari manuver. Saya lebih melihatnya pada arah dukungan Jokowi yang belum menentu, sehingga semua kini sedang bermanuver, termasuk elite parpol pendukung Jokowi.
Herry mengaku Jokowi effect di Pilpres 2024 masih terasa.
Ia mencontohkan dari saling bersaingnya dua kandidat bakal calon presiden (bacapres) yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Baik kubu Ganjar maupun Prabowo, acapkali “memamerkan” kedekatannya dengan Jokowi di berbagai momen.
Tingkat kepuasan yang tinggi terhadap kinerja Jokowi, seperti dipotret lembaga-lembaga survei diyakini akan sangat berpengaruh terhadap dukungan Jokowi kepada calon yang bertarung di Pilpres mendatang.
“Semua kini menunggu ke mana Jokowi akan menentukan pilihan. Bukan hanya di tingkat elite, seperti Andika dan Hendropriyono, tetapi juga pemilih Jokowi di 2019. Mereka masih menanti, siapa capres yang akan dipilih Jokowi,” tandasnya.
PSI Tunggu Arahan Jokowi
Setali tiga uang dengan yang dikatakan Herry di atas, beberapa waktu lalu juga Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga menyatakan akan mengikuti arah Jokowi terkait Pilpres 2024.
PSI selama ini dikenal sebagai “die hard” Jokowi alias pendukung “garis keras” Jokowi.
PSI, lewat Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie, mengatakan hal itu untuk menjawab isu bahwa PSI bakal mendukung Prabowo Subianto.
“Kita ikuti perkembangan dan isu-isu seperti itu. Pernyataan (dukung Prabowo) kan pernyataan atau mungkin doanya Mas Ahmad Muzani. Intinya komunikasi terus. Namun PSI ikut arahan Jokowi,” kata Grace.
Ia mengakui, meski tinggal sebulan memasuki fase pendaftaran, situasi politik saat ini masih sangat cair.
“Koalisi yang terbentuk saat inipun masih bisa berubah sewaktu-waktu. Kalau belum resmi akad di KPU itu masih bisa berubah juga,” katanya.