Beranda Umum Nasional Dampak Regulasi Impor,  6 Perusahaan Tekstil Besar Gulung Tikar dan 7.000 Pekerja...

Dampak Regulasi Impor,  6 Perusahaan Tekstil Besar Gulung Tikar dan 7.000 Pekerja di Ujung Tanduk

Pekerja mengatur alur benang di sebuah pabrik kain skala kecil menengah di Desa Rancajigang, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Senin (9/11/2020). Industri tekstil skala kecil akan semakin terpuruk akibat pandemi dan murahnya harga produk garmen impor | tempo.co

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional sedang berada dalam kondisi kritis. Wakil Ketua API Jawa Tengah, Liliek Setiawan menjelaskan, salah satu penyebab utama krisis ini adalah pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 tahun 2024 yang justru memperburuk situasi industri TPT.

Dalam diskusi dan konferensi pers di Kantor API Jawa Tengah di Kota Solo, Selasa (25/6/2024), Liliek menjelaskan bahwa peraturan tersebut mengatur soal impor yang menyebabkan penurunan utilisasi industri TPT domestik hingga hanya mencapai 45 persen. Hal ini diperparah dengan adanya praktik persaingan tidak sehat berupa predatory pricing oleh produk impor, yang menjual barang di bawah harga pasar untuk monopoli.

“Sistem perekonomian dalam negeri saat ini gagal melindungi pelaku maupun pasar dalam negeri,” ujar Liliek. Ia menambahkan bahwa Indonesia kini menghadapi persaingan ketat dari negara-negara seperti Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar, India, Bangladesh, dan Pakistan.

Data API Jawa Tengah menunjukkan bahwa minimal 6 perusahaan tekstil besar telah gulung tikar, dan lebih dari 7.000 pekerja terdampak. “Perusahaan tekstil yang tutup, data terakhir di Ungaran. Jadi setelah ada 6 perusahaan di kloter pertama, berikutnya kloter kedua ada 4 perusahaan lagi. Total 10 perusahaan yang masuk anggota API Jateng melakukan penutupan usaha,” ungkap Liliek.

Baca Juga :  Ratusan Markas TNI Telah Disiapkan untuk Program Makan Bergizi Gratis

Harrison Silaen, perwakilan pengurus nasional API, menyampaikan bahwa situasi ini merupakan yang terburuk dalam sembilan tahun terakhir. Ia menekankan perlunya solusi komprehensif dan proteksi seperti yang dilakukan oleh negara lain untuk melindungi industri nasional mereka.

“Kita berharap ada proteksi seperti negara lain punya sistem proteksi terhadap industri nasionalnya,” tutur Harrison. Upaya API untuk bernegosiasi dengan Kementerian Perdagangan terkait Permendag Nomor 8 tahun 2024 belum membuahkan hasil yang diinginkan. “Ketika pengurus API negosiasi ke Kemendag soal tidak diajak bicara sebelum Permendag Nomor 8 tahun 2024 terbit, hanya mendapat jawaban sudah terlambat,” ungkap Harrison.

Industri tekstil, yang menyerap 43 persen dari tenaga kerja di Indonesia, menghadapi ancaman besar jika tidak ada intervensi pemerintah yang memadai. API berharap adanya solusi yang adil dan komprehensif tanpa mengorbankan industri manufaktur TPT, yang mendukung posisi Indonesia sebagai negara industri terbesar kelima di G20. “Kami, API, masih berjuang untuk berkomunikasi dengan pihak lain dan memperbaiki kinerja kami di industri,” kata Harrison.

Baca Juga :  Dicetak di Perpustakaan Syekh Yusuf UIN Alauddin Makassar, 2 Pegawai Bank Terlibat Skandal Pabrik Uang Palsu Miliaran Rupiah

www.tempo.co