JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Revisi Undang-Undang TNI yang salah satunya akan menghapus larangan TNI berbisnis, telah menimbulkan reaksi kontra dan polemik bukan hanya dari kalangan eksternal.
Bahkan, Kepala Staf Presiden, Moeldoko sendiri juga tidak setuju dengan rencana memperbolehkan TNI berbisnis melalui revisi Undang-Undang TNI tersebut. Menurut Moeldoko, TNI harus profesional.
“Saya secara pribadi tidak setuju TNI boleh berbisnis. Berarti, mana urusan kerjaannya? TNI profesional. Jangan bergeser dari itu. Nggak ada lagi bergeser dari itu,” kata Moeldoko usai konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (22/7/2024).
Moeldoko mempertanyakan ulang konsep TNI berbisnis itu dalam bentuk apa. Dulu, kata dia, anggota TNI aktif yang memiliki yayasan cenderung digunakan untuk alat bisnis.
“(Sekarang) tidak ada lagi di TNI,” katanya.
Rencana penghapusan larangan berbisnis bagi TNI ini muncul melalui surat dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto.
TNI memberi saran supaya aturan yang termuat dalam Pasal 39 huruf dalam revisi UU TNI untuk dihapus. Usulan ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksda Kresno Buntoro dalam Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan TNI pada 11 Juli lalu.
Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad pada 8 Juli mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah menerima Surat Presiden dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk revisi UU TNI. Namun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan saat ini masih menyusun daftar inventaris masalah.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menentang rencana pencabutan larangan berbisnis bagi prajurit dalam revisi UU TNI. Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sekaligus perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, M. Isnur, menilai revisi UU TNI yang membuka keran militer berbisnis merupakan langkah keliru.
Alih-alih ikut berbisnis, TNI harus berfokus pada pertahanan dan keamanan negara. “Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik, karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya,” kata Isnur dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (16/7/2024).
Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Brigadir Jenderal Nugraha Gumilar mengatakan bisnis yang dilakukan prajurit yang dimaksud sebagai pekerjaan sampingan saja. Ia menyebutkan, lewat izin berbisnis itu prajurit TNI dapat berdagang, membuka warung kelontong, dan berbagai kegiatan bisnis lainnya.
“TNI akan tetap profesional sebagai prajurit, karena itu adalah tugas utamanya,” kata Nugraha kepada Tempo, Kamis (18/7/2024).
Revisi UU TNI Tidak Perlu Dikhawatirkan
Meskipun tidak setuju dengan ide tentara kembali berbisnis, Moeldoko sendiri menganggap tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal revisi UU TNI, khususnya soal kekhawatiran soal dwifungsi. Kepala Staf Presiden minta masyarakat ikut mengawal proses pembuatan aturan itu.
Moeldoko mengatakan reformasi internal TNI mengharuskan tentara profesional. KSP mengatakan secara struktur dwifungsi TNI sudah tidak ada lagi. Dia juga menyebut doktrin itu akan mengikuti sampai ke bawah dan perubahan secara kultural memerlukan waktu.
“Saya selalu mengatakan masyarakat jangan terlalu khawatir, bahwa dwifungsi tni akan kembali. Nggak,” katanya.