Beranda Nasional Jogja Mbah Sarno, Veteran Tangguh Asal Gunungkidul Ini Tinggal di Bekas Kandang Ayam

Mbah Sarno, Veteran Tangguh Asal Gunungkidul Ini Tinggal di Bekas Kandang Ayam

Mbah Sarno saat menunjukkan atribut miliknya saat bertugas menjadi militer sukarela di rumahnya, pada Jumat (2/8/2024) | tribunnews

GUNUNGKIDUL, JOGLOSEMARNEWS.COM Di sudut terpencil Padukuhan Susukan II, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, terdapat sebuah rumah kecil yang berdinding bambu dan beralaskan tanah.

Sejatinya, rumah itu dulunya pernah menjadi kandang ayam, tetapi kini menjadi tempat tinggal Mbah Sarno (84), seorang veteran yang hidup dalam serba kekurangan.

Mbah Sarno tidak memiliki sanak saudara. Di usia senjanya, ia tinggal seorang diri di rumah mengenaskan itu. Hanya ada satu kamar tidur dengan dipan seadanya dan sebuah televisi kotak yang sudah rusak. Untuk mengusir sepi, Mbah Sarno setia mendengarkan suara dari radio usangnya.

Kenangan di Medan Tempur

Siang itu, di teras rumahnya, Mbah Sarno mengenang masa-masa sulitnya sebagai tentara yang bertugas di medan perang. Sekalipun kondisinya merana, namun saat bercerita, sosok lelaki renta itu seolah tak pernah kehilangan semangat.

Ditemui di rumahnay, ia pun bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai anggota militer sukarela dari tahun 1960 hingga 1969.

Ia berkisah, pertama kali dirinya ditugaskan di Jawa Barat. Saat itu Mbah Sarno terlibat dalam penanganan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) sekitar tahun 1960-an.

Setahun kemudian, ia kembali bertugas dalam operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) di Irian Barat. Pada tahun 1963, ia ditugaskan menghadapi operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora) di Kalimantan dalam konfrontasi Malaysia terhadap Indonesia.

Baca Juga :  Yogyakarta Panas Terik, BMKG: Hujan Deras Akan Tiba Mulai November

“Setelah itu sekitar tahun 1968, saya kembali diberangkatkan ke wilayah Tim-Tim (Timor-Timor). Terakhir yang saya ingat saya bergabung dalam batalyon 409, dengan pangkat terakhir Kopral Dua (Kopda),” kenang Mbah Sarno saat ditemui di rumahnya, Jumat (2/8/2024).

Di sela ceritanya, Mbah Sarno sesekali menunjukkan atribut tentara yang masih disimpannya. Ada lencana, bet pangkat, dan surat tanda penghargaan dari Menteri Koordinator Keamanan dan Pertahanan yang ditandatangani Pahlawan Indonesia A.H. Nasution pada 26 Maret 1966.

“Ini ada beberapa yang masih saya simpan rapi, ada tanda penghargaan dari A.H. Nasution saat itu saya mendapatkan penghargaan Setya Lentjana Wira-Dharma,” kenangnya seraya mengingat masa lalu.

Salah satu tugas yang paling membekas bagi Mbah Sarno adalah saat penuntasan Gerakan 30 September (G30S PKI). Ia bertugas menjaga perbatasan di wilayah Kalimantan.

“Suasana sangat mencekam, ketakutan mendera semua pasukan tentara yang bertugas masa itu. Sangat sakit jika diingat kembali,” ungkapnya.

Kegetiran di Usia Senja

Meski telah banyak berjuang untuk negara, hidup Mbah Sarno saat ini tidaklah mudah. Di usia kemerdekaan Indonesia yang ke-79 tahun, ia masih hidup dalam kemiskinan. Dengan suara lirih, Mbah Sarno menceritakan bagaimana ia telah mencoba mengurus menjadi anggota veteran sejak tahun 2014, namun selalu ditolak.

Baca Juga :  Cegah Gangguan Keamanan Jelang Pilkada 2024, Polisi dan Satpol PP Kota Yogyakarta Gelar Razia Miras

“Dari tahun 2014 sudah mencoba mengajukan, total sudah dua kali pengajuan semuanya ditolak,” ucapnya. Ia merasa sedih dan nelangsa mengapa dirinya tidak bisa menjadi anggota veteran, sedangkan beberapa teman seperjuangannya berhasil.

“Saya hampir setiap hari nelangsa, nangis batin. Saya kurang apa, disuruh sabar mengurus tunjangan gak berhasil. Padahal kalau mengingat perjuangan saya yang rela mati untuk negara, saya menangis, itu kenapa saya tidak bisa dapat,” terangnya.

www.tribunnews.com