SRAGEN– Raut wajah perempuan tua itu tampak bersedih. Perlahan air matanya menitik mengalir melewati pipinya yang mulai mengeriput usai mengikuti audiensi di DPRD Sragen, Selasa (27/2/2018). Sesekali tangannya menyeka air mata dengan jilbab yang dikenakannya.
Seolah ada beban berat yang dirasakannya saat ikut aksi damai pedagang Masaran di halaman Dinas Perdagangan, Selasa (27/2/2018).
“Saya tak rewangi jualan apa-apa yang ada Mas, biar bisa nyukupi kebutuhan. Adanya sayuran ya jual sayuran, wis pokoke apa yang bisa dijual saya jual. Tapi sekarang sudah nggak bisa dikojahke (diceritakan) lagi,” ujar perempuan bernama Tinem (55) itu.
Pedagang serabutan yang tinggal di Masaran itu pun menuturkan, kesedihannya yang dirasakannya saat ini tak lepas dari dampak penataan los di Pasar baru. Sejak digeser ke los bagian tengah, omset dan jualannya berubah drastis.
Tinem menuturkan kala dirinya berjualan di depan, hasilnya sudah bisa mencukupi kebutuhan bahkan bisa diandalkan untuk membayar angsuran
kredit bulanan. Hal itu tak lepas dari omset penjualan yang laris karena lokasi jualannya yang memang langsung bisa terlihat pembeli. Namun kondisi itu berbanding terbalik sejak dirinya ikut digeser ke los bagian tengah bersama sekitar 30an pedagang lainnya.
Tak hanya omset yang anjlok, deritanya makin bertambah lantaran suaminya yang sebelumnya menjadi tulang punggung keluarga dengan jadi buruh gendong, sudah hampir lima bulan pensiun dari kerja setelah menderita sakit syaraf.
“Dulu jualan sampai sehari masih ada pembeli. Sekarang di tengah, jam 7 pagi aja sudah nggak ada orang masuk. Jangankan bayar setoran, bisa untuk makan saja sudah bagus. Apalagi suami saya sudah nggak bisa kerja. Saya jadi tulang punggung keluarga tapi malah nasibe jadi begini. Rasane kelara-lara mas,” tuturnya sembari terisak-isak.
Nasib tak kalah mengenaskan dituturkan Sugi (60) pedagang sandal. Pria asal Masaran yang mengaku sudah berjualan di Pasar Masaran sejak pertama kali pasar berdiri itu, juga menuturkan terpaksa sudah hampir sebulan terakhir memilih mengosongkan jatah losnya saking sepinya omset.
Ia terpaksa berhenti berjualan lantaran jika berangkat, justru malah tombok karena uang hasil penjualan tak sebanding dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
“Daripada malah tombok terus, lha didodoli (dipakai jualan) nggak laku,” terangnya.
Cerita penderitaan pedagang itu tak berhenti di situ. Rekan-rekan mereka yang ikut dalam audiensi juga menuntut dikembalikan ke lokasi semula kemarin juga rata-rata mengalami penurunan omset sejak dipindah ke los baru.
Koordinator pedagang, Aminudin mengatakan sampai sekarang, 30 pedagang yang menjadi korban penataan masih merana. Menurutnya solusi yang dijanjikan dinas sampai sekarang juga amburadul tanpa kejelasan.
Akibat sepinya jualan di los baru, sebagian pedagang putus asa dan memilih berhenti sambil menunggu janji Pemkab.
“Dodol ra payu Mas wong losnya dipindah tengah, pedagang jadi do wegah. Sebagian masih bertahan jualan nemplek nemplek di dekat jalan hanya biar bisa makan. Tapi kami nggak akan nyerah. Sampai kapan pun akan terus berjuang, sampai kami mendapat keadilan, ” urai Aminudin.
Sementara, Sekretaris Daerah (sekda) Sragen Tatag Prabawanto menjelaskan terkait masalah yang berlarut di pasar Masaran sudah terjadi mediasi meskipun masih terjadi miss komunikasi.
”Kebijakan yang sudah ada, sudah disampaikan meski belum titik temu.Akan komunikasi lebih lanjut,” bebernya.
Dia menyampaikan saat ini kepala Dinas bukan maksud menghindar. Namun ada kegiatan di Kementerian perdagangan terkait pembangunan pasar.
”Tetap kita upayakan solusi sambil menunggu Kepala Disperindag di Jakarta, bukan menghindar tapi ada kegiatan di kementerian perdagangan terkait pembangunan pasar di Sragen. Meski belum titik final, namun ke depan pasti final,” ujarnya. Wardoyo