JAKARTA– Mahkamah Agung (MA) membatalkan biaya administrasi pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang diatur dalam lampiran No E Angka 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kepolisian Negara.
Gugatan uji materi Lampiran No E Angka 1 dan 2 PP No. 60 diajukan oleh Noval Ibrohim Salim, warga Pamekasan, Jawa Timur.
Dalam pertimbangan putusan pembatalan aturan tersebut MA menyatakan bahwa pengenaan pungutan pengesahan STNK bertentangan dengan Pasal 73 ayat (5) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Merujuk Pasal 73 ayat (5) UU No 30 tersebut, pengesahan atau fotokopi yang dilakukan oleh badan atau pejabat pemerintah tidak boleh dikenakan biaya alias gratis.
Selain pertimbangan tersebut, MA juga memandang, pengenaan tarif atas pengesahan STNK juga berpotensi menimbulkan pungutan ganda kepada masyarakat. Pasalnya, saat membayar pajak, masyarakat sudah dipungut PNBP.
Royke Lumowa, Kepala Korps Lalu Lintas Polri mengatakan, putusan MA tersebut tidak akan memberikan masalah kepada kepolisian.
“Tapi untuk lebih jelasnya silahkan tanyakan ke Kementerian Keuangan sebagai pihak yang paling kompeten menjawab,” Rabu (21/2/2018).
Sekedar informasi, awal tahun 2017 lalu Noval Ibrohim Salim menggugat PP No. 60 Tahun 2016 ke MA. Dia menggugat tiga ketentuan yang diatur dalam pp tersebut.
Pertama, ketentuan soal pengenaan tarif pada pengesahan STNK yang diatur dalam Lampiran No D angka 1 dan 2 pp tersebut.
Kedua, ketentuan soal pengenaan PNBP pada pengesahan STNK yang diatur dalam Lampiran E angka 1 dan 2.
Serta ketiga, soal ketentuan mengenai biaya penerbitan BPKB yang diatur dalam Lampiran No H angka 1 dan 2.
Untuk uji materi terhadap Lampiran No E angka 1 dan 2 Noval menyatakan, gugatan diajukan karena pengenaan pungutan pada pengesahan STNK cacat hukum karena tidak sesuai dengan UU Administrasi Pemerintahan.
Berdasarkan tarif di STNK, biaya pengesahan STNK atau biaya administrasi antara Rp 25.000 dan Rp 50.000.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan secara resmi, tarif yang akan turun lantaran putusan itu akan berdampak positif untuk konsumen.
Menurutnya, aturan tersebut sudah semestinya direvisi lantaran bertentangan dengan payung hukum yang lebih tinggi.
“Konsumen pastilah senang karena tarifnya turun,” ujar Tulus, Rabu (21/2/2018).
Dia menjelaskan, dampak negatif akan dirasakan pemerintah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) akan kehilangan sumber lain dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Kenaikan yang lalu, saya kira karena pemerintah mengejar pendapatan di sektor pajak yang terlalu bernafsu, sehingga kenaikannya ugal-ugalan,” pungkas dia.
Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak, Kementerian Keuangan (Kemkeu), Mariatul Aini mengatakan, penerimaan PNBP di tahun ini akan berpengaruh atas putusan tersebut.
Tapi Kemkeu belum bisa membeberkan potensi kehilangan pendapatan yang terjadi.
“Ada pengaruhnya, tapi koordinasikan dulu,” ujar Aini. Tribunnews