SRAGEN– DPRD Sragen kembali menemukan indikasi kejanggalan dalam proses rekrutmen pegawai non PNS di lingkungan RSUD Sragen. Selain perubahan syarat indek prestasi komulatif (IPK) yang mendadak dinaikkan, juga ditemukan ada satu peserta dengan nama sama namun diketahui muncul dua kali di pengumuman kelolosan tahap II.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD Sragen, Bambang Widjo Purwanto, Rabu (7/2/2018). Ia mengatakan pihaknya mengaku mendapat banyak aduan dari pelamar yang dicoret karena kebijakan panitia menaikkan standar IPK.
Menurutnya jika membeludaknya pelamar dijadikan alasan untuk menaikkan syarat IPK dari semula 2,75 jadi 3,00, hal itu jelas tidak bisa dibenarkan.
Mestinya, lanjut Bambang, panitia dari awal mencantumkan di pengumuman standar IPK minimal pendaftar. Tidak kemudian dirubah standarnya setelah mengatahui jumlah pelamar membludak.
“Lalu kami juga temukan ada satu peserta yang namanya sama tapi muncul dua kali di pengumuman. Ini wis mengindikasikan memang nggak beres,” ujarnya.
Peserta yang diketahui muncul dua kali itu diketahui bernama Ita Magfiroh. Dalam pengumuman kelulusan tahap II, nama itu muncul dua kali di formasi perawat yakni no urut 6 dan 20.
“Padahal itu orangnya sama dan satu. Kan aneh, wong itu sistem kok bisa muncul dua kali dengan no pendaftaran berbeda,” tukasnya.
Sementara, Direktur Utama (Dirut) RSUD Sragen, dr Didik Haryanto mengakui perubahan standar IPK itu merupakan keputusan UNS untuk membatasi peserta yang memludak. Hal ini dilakukan karena anggaran rekrutmen memang terbatas, sehingga tidak bisa mewadahi semua pelamar ikut tes tertulis.
“Karena anggaran terbatas, maka UNS menerapkan perbandingan 1;8, artinya satu formasi diperebutkan 8 pelamar,” tuturnya.
Seperti diketahui, RSUD Sragen membuka rekrutmen pegawai RSUD untuk memperebutkan 139 formasi tenaga medis. Di luar dugaan, jumlah pelamar mencapai sekitar 3000 orang. Panitia kemudian mencoret 2000 lebih pelamar dengan menaikkan standar IPK pelamar di perjalanan rekrutmen. Wardoyo