JAKARTA – Pemerintah India secara resmi meminta kepada pemerintah Malaysia untun mengekstradisi Zakir Naik, penceramah kontroversial India. Saat ini Zakir tengah menikmati perlindungan di Malaysia.
“Kementerian Luar Negeri telah mengirim permintaan ekstradisi Zakir Naik kepada pihak berwenang Malaysia setelah Lembaga Investigasi Nasional India (NIA) menyelesaikan semua formalitas termasuk pengumpulan bukti, pengajuan tuntutan,” demikian laporan Times of India pada 31 Maret 2018.
Menurut sumber tersebut, pengadilan di Kuala Lumpur kemungkinan akan mendengar permintaan India. Sebelumnya Malaysia mengatakan siap untuk mengekstradisi Naik jika ada permintaan resmi dari India.
Wakil Perdana Menteri Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi berjanji pada November 2017 untuk mengekstradisi Zakir Naik jika permintaan dikirim oleh pemerintah India di bawah perjanjian bantuan hukum timbal balik.
Zakir Naik, menjadi buronan India sejak tahun lalu atas berbagai tuduhan kejahatan terkait ujaran kebencian dan terorisme.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menerima dai asal India Zakir Naik, Sabtu malam, 4 Maret 2017, di rumah dinas Wapres. Foto: Instagram
Berdasarkan dokumen tuntutan yang diajukan pada 26 Oktober 2017, NIA mengklaim Zakir Naik telah menghina keyakinan agama Hindu, Kristen dan sekte Islam seperti Syiah, Sufi dan Barelvi. Selain itu, pidatonya juga diayakini mempengaruhi para pemuda untuk bergabung dengan ISIS.
Zakir Naik dituntut di bawah Undang-Undang Aktivitas Tidak Sah (Pencegahan), konspirasi kriminal dan mempromosikan permusuhan di antara kelompok agama yang berbeda.
Sumber lain mengatakan CD dan DVD pidato Zakir Naik yang diduga menyebarkan kebencian akan dibagikan kepada jaksa dalam proses dengar pendapat ekstradisi Naik di Malaysia.
“Ada bukti kuat Naik menggunakan LSM Islamic Research Foundation atau IRF dan perusahaan Harmony Media Pvt Ltd untuk kegiatan anti nasional,” kata seorang pejabat India.
Pemerintah India juga telah melarang operasionalisasi IRF selama lima tahun seetelah Zakir Naik dijerat hukum. Larangan ini berdasarkan Undang-undang Antiteror negara itu.