JAKARTA – Masih ingat ungkapan dari mendiang Gus Dur bahwa wakil rakyat itu seperti anak TK? Ungkapan ini tampaknya mirip-mirip dengan kejadian yang dialami oleh Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Saat ia terbaring sakit di RS Medika Permata Hijau Jakarta pasca kecelakaan 16 November 2017 lalu, infus yang dipasang di tangannya hanya infus untuk anak-anak dengan jarum kecil. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr Bimanesh selaku dokter yang menangani, malah minta agar infus itu hanya ditempelkan saja.
“Terdakwa juga menyampaikan kepada Indri Astuti agar luka di kepala Setya Novanto diperban sebagaimana permintaan Setya Novanto. Terdakwa juga memerintahkan Indri Astuti agar Setya Novanto pura-pura dipasang infus yakni hanya ditempel saja. Namun indri tetap melakukan pemasangan infus menggunakan jarum kecil ukuran 24 yang bisa dipakai untuk anak-anak,” ujar JPU KPK, Mochammad Takdir, saat membacakan surat dakwaan dr Bimanesh Sutarjo dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Sebagaimana diketahui, sempat muncul foto Setya Novanto dengan luka perban di kepala dan mengenakan infus tidak lama setelah dia dibawa ke RS Medika Permata pada 16 November 2017 lalu.
Dalam persidangan tersebut, dr Bimanesh Sutarjo bersama-sama mantan penasihat hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik Setya Novanto yang dilakukan oleh KPK.
Dr Bimanesh bersama Fredrich diduga sengaja bekerja sama atau bersekongkol merekayasa sakitnya Novanto agar bisa dirawat di RS Medika Permata Hijau Jakarta untuk menghindari pemeriksaan KPK.
“Pada 16 November 2017 bertempat di RS Medika Permata Hijau terdakwa Fredrich Yunadi melakukan turut serta perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi yakni merekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan,” ujarnya.
Takdir memaparkan, setelah adanya upaya rekayasa sakit tersebut dan Novanto bisa dirawat inap, Fredrich Yunadi selaku penasihat hukum atau pengacara memberikan keterangan kepada para wartawan yang berdatangan ke rumah sakit tersebut. Ia mengaku seolah tidak mengetahui adanya kecelakaan mobil yang dialami Novanto dan baru mendapat informasi dirawat inap dari sang ajudan, Reza Pahlevi.
Saat itu, Fredrich menyampaikan hasil pengamatannya Novanto mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar ‘Bakpao’. Padahal, saat itu Novanto hanya mengalami beberapa luka ringan pada dahi, pelipis kiri, leher sebelah kiri serta lengan kiri.
Sekitar pukul 21.00 WIB penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Setya Novanto yang tidak mengalami luka serius. Namun, Fredrich menyampaikan kepada penyidik jika Novanto sedang dalam perawatan intensif dari dokter spesialias yang menangani, dr Bimanesh Sutarjo sehingga tidak dapat dimintai keterangan.
Saat itu juga penyidik KPK tidak bisa mengkonfirmasi pengakuan Fredrich itu karena dr Bimanesh tidak berada di rumah sakit dan telah mematikan nomor telepon genggamnya. Fredrich juga meminta satpam RS Medika Permata Hijau, Mansur, agar menyampaikan ke penyidik KPK untuk meninggalkan ruang VIP di lantai 3 yang sebagian kamarnya sudah disewa oleh keluarga Setya Novanto dengan alasan mengganggu pasien yang sedang istirahat.
Dugaan persekongkolan Fredrich dan dr Bimanesh untuk menolong Novanto dari proses hukum di KPK telah tampak sebelum Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan mobil atau dikenal insiden menabrak tiang listrik dan dibawa ke RS Permata Hijau Jakarta pada Kamis petang, 16 November 2017.
Jaksa KPK membeberkan, sekitar pukul 11.00 WIB, dr Bimanesh yang berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam RS Medika Permata Hijau dihubungi oleh Fredrich. Dia meminta bantuan agar Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit, satu di antaranya hipertensi.
Pada pukul 14.00 WIB, Fredrich menemui dr Bimanesh di kediamannya, apartemen Botanica Towe, Simprug, Jakarta Selatan, untuk memastikan agar Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.
Dokter Bimanesh menyanggupi memenuhi permintaan Fredrich. Padahal, dia mengetahui Setya Novanto sedang memiliki masalah hukum di KPK terkait kasus dugaan korupsi e-KTP.
“Fredrich Yunadi juga memberikan kepada terdakwa foto dan rekam medik Setya Novanto dari RS Premier Jatinegara sebagai bahan diagnosa medis bagi terdakwa untuk rawat inap Setya Novanto,” ujar jaksa Kreno.
Selanjutnya, Bimanesh menghubungi dr Alia yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana tugas Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau. Dia meminta agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap Setya Novanto.
Bimanesh menyampaikan kepada dr Alia jika Setya Novanto akan masuk RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa hipertensi besar. Padahal, dr Bimanesh belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setya Novanto.
Dia juga menyampaikan sudah menghubungi dokter spesialis jantung Muhammad Thoyip dan dokter spesialis bedah dr Joko Sanyoto untuk melakukan perawatan bersama. Padahal, sebelumnya belum pernah memberitahukan kedua dokter tersebut untuk merawat Setya Novanto.
Selain itu, terdakwa dr Bimanesh saat itu juga berpesan agar dr Alia jangan memberitahukan Direktur RS Medika Permata Hijau dr Hafil Budianto Abdulgani tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk rawat inap.
Kemudian dr Bimnaesh memberikan telepon selulernya kepada Fredrich untuk berbicara langsung kepada dr Alia perihal permintaan disiapkannya ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.
Mendengar permintaan dari dr Bimanesh dan Fredrich, dr Alia tetap meminta persetujuan dari Hafil Budianto Abdulgani terkait permintaan rawat inap Novanto.
Dalam hal ini, Hafil meminta agar pasien tetap melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD). Selain itu, dr Alia menyampaikan kepada dr Michael Chia Cahaya yang bertugas sebagai dokter jaga di IGD bahwa akan masuk pasien Setya Novanto dengan diagnosa penyakit hipertensi berat.
“Sekitar pukul 17.00 WIB, Fredrich memerintahkan stafnya bernama Achmad Rudiansyah menghubungi dr Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP yang sudah dipesan sebelumnya untuk Setya Novanto dan selanjutnya sekitar pukul 17.45 WIB, Achmad Rudiansyah ditemani oleh dr Alia melakukan pengecekan kamar,” terang jaksa.
Pukul 17.30 WIB, Fredrich datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia cahaya di ruang IGD meminta dibuatkan surat pengantar rawat inap atas nama Setya Novanto dengan diagnosa kecelakaan mobil. Padahal saat itu, Setya Novanto sedang berada di gedung DPR bersama Reza Pahlevi dan M Hilman Mattauch.
Atas permintaan itu, dr Michael Chia Cahaya menolak karena untuk mengeluarkan surat pengantar rawat inap dari IGD harus dilakukan pemeriksaan dahulu terhadap pasien. Selain itu Fredrich juga menemui dr Alia untuk melakukan pengecekan kamar VIP 323 sekaligus meminta kepada dr Alia agar alasan masuk rawat inap Setya Novanto yang semula adalah diagnosa penyakit hipertensi diubah dengan diagnosa kecelakaan.
Pukul 18.30 WIB, terdakwa dr Bimanesh datang ke RS Medika Permata Hijau menemui dr Michael Chia Cahaya menanyakan keberadaan Setya Novanto di ruang IGD. Dr Michael Chia Cahaya menjawab, Setya Novanto belum datang hanya Fredrich selaku pengacara yang datang meminta surat pengantar rawat inap dari IGD dengan keterangan kecelakaan mobil. Namun ia menolak permintaan Fredrich karena belum memeriksa Setya Novanto.
Atas penolakan itu, dr Bimanesh membuat surat pengantar rawat inap menggunakan form surat pasien baru IGD. Padahal, dia bukan dokter jaga IGD.