SRAGEN– Kesadaran masyarakat Sragen untuk membayar pajak bumi bangunan (PBB) agaknya patut ditingkatkan lagi. Pasalnya, data di Pemkab menunjukkan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Sragen setiap tahun antara Rp 1 sampai Rp 3 miliar.
Pemkab Sragen menduga SPPT PBB tidak sampai ke wajib pajak atau pajak terhutang di wilayah, sehingga realisasi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor tersebut kurang maksimal.
Hal itu sebagaimana di sampaikan Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah BPPKAD Sragen, Dwiyanto Senin (12/3/2018).
Realisasi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun tidak bisa mencapai 100 persen.
“Setiap tahun rata-rata masih ada PBB terhutang antar Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar,” paparnya kepada wartawan. Dwiyanto mengatakan jika dilihat dari prosentase kecil, namun dinilai dari nominal PAD cukup besar. Ia menilai ada banyak faktor yang menyebabkan pajak tersebut tidak maksimal, di antaranya SPPT PBB tidak sampai ke tangan wajib pajak.
“Selain itu dimungkinkan pajak tersebut berhenti di wilayah, baik ditingkat perangkat desa sampai kecamatan,” tukasnya.
Ditambahkan, selama ini BPPKAD telah menyampaikan SPPT PBB ke wajib pajak melalui kecamatan diteruskan ke desa. Bahkan pihaknya sudah memantau penyampaian SPPT PBB tersebut. Harapannya pemberitahuan pajak itu sampai ke wajib pajak dan dibayar sebelum jatuh tempo.
“Faktor-faktor banyak ya, sebenarnya kami sudah mengirimkan ke kecamatan dan dilanjutkan ke desa. Harapan kami SPPT PBB itu bisa sampai ke masyarakat wajib pajak karena ini tim. Kami tetap pantau mungkin tidak sampai ke wajib pajak,” urai Dwi.
Dwiyanto menyebut sebenarnya potensi PBB di kabupaten Sragen lebih dari Rp 19 miliar. Pada tahun 2017 lalu terealisasi Rp 18,2 miliar, sementara tahun ini PBB ditargetkan mencapai Rp 18,2 miliar.
Lanjutnya masyarakat dalam membayar PBB selain ke perangkat desa dapat membayar langsung ke Bank Jateng dan ke kantor pos. Ke depan masyarakat dapat membayar PBB melalui toko modern. Kerja sama dengan toko waralaba menurut Dwi tengah dimatangkan.
Dengan membayar pajak non tunai dapat mengurangi kebocoran dan pajak terhenti di wilayah karena langsung masuk ke kas daerah. Wardoyo