
WONOGIRI-Paguyuban yang peduli lingkungan, Saptaloka, memiliki cara tersendiri untuk mengatasi serangan kera. Tidak dengan ditembaki menggunakan senapan, namun melalui penanaman bibit buah.
Harapannya, ketika pohon telah berbuah, bisa dimakan kawanan kera. Alhasil, kera tidak lagi menyerang lahan pertanian maupun pemukiman warga.
Ketua Paguyuban Saptaloka, Muljoko, Selasa (13/3/2018), menjelaskan, serangan kera terjadi di sekitar Desa Kembang, Kecamatan Jatipurno, dan sekitarnya. Penyebabnya, sumber makanan kera di hutan telah menipis, lalu kera mulai menyerbu tanaman milik warga.
“Perlu solusi jangka panjang. Yakni dengan menyediakan makanan bagi kera dan hewan lain di hutan. Jadi di dalam hutan harus ditanami pohon buah yang disukai kera,” kata dia.
Tidak sebatas wacana, hal itu kemudian direalisasikan. Paguyuban Sabtaloka, Pemerintah Desa Kembang, Perhutani dan relawan Kecamatan Jatipurno bersama sama warga melaksakan bakti sosial menanam buah buahan di hutan milik Perhutani. Khususnya yang masuk petak Bekungkung sampai ke Pokak
Sebanyak 150 orang dipimpin oleh mandor Perhutani menanam 1500 bibit pohon buah buahan berbagai jenis. Antara lain klengkeng, salam, duwet, jambu, dan talok. Juga ada bibit beringin dan bulu yang ditanam di pinggir jurang sungai.
“Beringin dan bulu diharapkan bisa menahan erosi, meningkatkan sumber air sekaligus menyediakan pakan satwa hutan, antara lain kera, burung, tupai, kalong, codot dan sebagainya,” jelas dia.
Kegiatan itu, menurut dia, tidak berhenti ketika bibir sudah ditanam. Namun diteruskan dengan pendangiran maupun pemupukan. Tidak kalah penting saat sudah berbuah nanti harus ada usaha menggiring kera ke dalam hutan.
Lebih lanjut dia menerangkan, sekitar 15 tahun yang lalu kera ekor panjang di hutan Watukempul yang terletak di wilayah perhutani KPH Lawu Selatan, yang bersebelahan dengan Desa Kembang, Kecamatan Jatipurno, Kabupate Wonogiri turun gunung. Kawanan kera bergerombol antara 10 sampai 20 ekor, memasuki kebun dan tegalan milik masyarakat. Akibatnya tanaman pangan, buah buahan maupun, kayu-kayuan rusak dan sangat merugikan perekonomian petani.
Lama kelamaan gerombolan kera tersebut enggan kembali ke hutan karena hutan kritis tidak tersedia makanan yang dibutuhkan. Di sisi lain di perkampungan semua tersedia.
“Tanaman tidak aman, saat ini 100 hektare lahan pertanian dibiarkan tidak ditanami, daripada dirusak kera kalau dipaksakan ditanami,” tandas dia. Aris Arianto
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.