Dalam organisasi, leadership dan followership merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Di satu sisi, leadership memerlukan followership. Jika tanpa follower, maka leader, seorang pemimpin, tidak akan punya arti, karena tidak ada yang dipimpin. Leadership tergantung pada followership, begitu pula sebaliknya, saling berkelindan dan saling mendukung.
Beberapa teori menyebut, leader adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dan punya kewenangan manajerial. Leadership memiliki peran untuk memimpin sebuah kelompok guna mencapai tujuan tertentu. Faktor yang mempengaruhi perilaku leadership antara lain adalah leader, followership dan situasi.
Leader, menurut stephen P Robbins dan Mary Coulter (2013) didefinisikan sebagai seseorang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi orang lain dan mempunyai kewenangan menejerial. Leadership adalah apa yang dilakukan oleh pemimpin/proses memimpin sebuah kelompok untuk mencapai tujuan. Stoner mendefinisikan leadership ebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan.
Kepemimpinan menyangkut orang lain, yakni dengan bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang menejer akan menjadi tidak relevan.
Pemimpin juga menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan kegiatan pemimpin secara langsung. Meskipun dapat juga melalui cara tidak langsung.
Pemimpin dapat menggunakan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan dapat melaksanakan perintahnya. Misalnya, seorang leader dapat mengarahkan bawahan untuk melaksanakan tugas tertentu, tetapi dia dapat mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu di laksanakan dengan tepat.
Sementara followership adalah kemampuan untuk mengambil arah untuk mendapatkan hasil di balakang program. Followership juga bisa diartikan sebagai bawahan yang memiliki daya lebih kecil, otoritas dan pengaruh dari pada atasan mereka. Faktanyaa,a followership memang menjadi posisi yang belum “dianggap” (Kalley, 2010 ).
Pada tatanan organisasi leadership lebih dianggap dari pada followrship. Namun demikian, peran penting followership tetap diakui. Bagaimana pun juga, seorang leadership memerlukan followership untuk mencapai tujuan organisasi atau tujuan kepemimpinan.Followership yang efektif tidak selalu mudah.
Followership efektif menampilkan keberanian untuk memikul tanggung jawab, partisipasi dalam transformasi untuk melayani orang lain dan meninggalkan organisasi jika diperlukan. Strategi untuk menjadi follower yang efektif termasuk menjadi sumber daya, membantu leader untuk menjadi leadership yang baik, membangun hubungan dengan leader dan melihat pemimpin secara realistis.
Di zaman globalisasi ini, konsep leadership berkembang seiring pesatnya teknologi, followership menjadi punya peranan penting dalam keberhasilan leadership baik followership yang secara riil ataupun followership yang memberikan dukungannya melalui media, meskipun leadership dan followership berbeda tetapi memiliki peran timbal balik. Leadership yang efektif sama pentingnya dengan followership yang efektif.
Dahulu ada anggapan bahwa hanya orang orang tertentu yang di lahirkan dengan bakat sebagai pemimpin (leader are born) namun dalam perkembangan zaman sebagian besar leader di ciptakan melalui proses, tumbuh dan berkembang dari bawah, di tempa oleh berbagai pengalaman, ketekunan, kerja keras, displin yang tinggi serta serta tidak pernah berhenti belajar sepanjang hidupnya (leaders are made).
Leader dikenal bukan hanya karena posisi jabatannya, tetapi karena ciri leadership-nya dan ajaran yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan generasi yang akan datang. Di Indonesia, kita mengenal Presiden Soekarno sebagai proklamator kemerdekaan dan leadership bagi bangsa dengan ajarannya nation and character building, Jenderal Sudirman seorang leader yang tidak pernah kenal menyerah, Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional dengan Tut Wuri Handayani. Di India ada tokoh Mahatma Gandi yang diakui sebagai leader besar dalam sejarah serta penggerak ahimsa (menghindari/anti kekerasan) dan satya graha (menjalankan kebenaran).
Marry Parker Follett (2014) pernah menyatakan, bahwa leadership seharusnya berorientasi pada kelompok, dan bukan berorientasi pada kekuasaan. Berbagai penelitian juga menunjukan kompleksitas leadership, dimana ada lebih banyak variabel yang saling berhubungan.
Variabel-variabel tersebut, menurut Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt Kekuatan dalam diri leadership yang mencakup: Kekuatan diri sendiri, kekuatan dalam diri para bawahan dan situasi. Menurut konsep ini, pendekatan yang paling efektif sebagai leadership sedapat mungkin bersifat “fleksibel”, yaitu memilih prilaku leader yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat tertentu.
Di lain pihak, followership tetap memiliki peran penting bagi keberhasilan sebuah organisasi. Menurut James Burns (2016), setidaknya ada dua jenis followership, yakni followership aktif dan followership pasif. Followership aktif dicirikan dengan dukungan yang diberikan murni tanpa membeda-bedakan, memiliki antusiasme, cerdas dan mandiri. Karena itu, ia memiliki peran dalam membentuk arah kerja organisasi. Dia juga memiliki kompetensi dan keterampilan untuk bertindak sendiri dan menyelesaikan pekerjaananya dengan baik.
Sementara followership pasif memberikan dukungan kepada leadership dengan membeda-bedakan, membabi buta mengikuti perintah leader atau kurang perhitungan, bisa menguntungkan ataupun bisa merugikan leadership.
Sedangkan menurut Prof Robbert Kalley (2016), ada 5 jenis pengikut, yakni (1) the herd followe, yakni follower yang pasif dan memerlukan motivasi eksternal, kurang berkomitmen dan memerlukan pengawasan eksternal (2) the flattering followe, yakni komitmen untuk pemimpin dan misi, cenderung keras kepala mempertahankan pemimpin dari oposisi orang lain (3) the self serving follower yakni berada di belakang ide leader, punya ide kontroversial dan unik tetapi tetap tidak mau tampak menonjol (4) the renegade follower bernada negatif, frontal, sering menanyakan keputusan dan tindakan dari pemimpin (5) the ethical follower yakni pemikir positif, aktif dan independen, tidak akan menerima keputusan begitu saja dari seorang leader, tidak mudah percaya dan akan beevaluasi terus. Tipe ini dapat dipercaya bahkan ketika leader tidak hadir bisa menggantikan peran leader.
Menyitir dari Prof Carnegie Mellon Robert Calley, fakta yang terjadi, kebanyakan dari kita lebih sering menjadi followership daripada leaderships. Bahkan ketika kita mempunyai bawahan, kita masih punya leader juga, tidak ada seseorang yang murni sebagai leadership. Seorang leadership pasti juga followership.
Contohnya, Steve Jobs yang menjadi leadership pada banyak hal harus menjadi followership untuk para direksi, pemegang saham, para pelanggannya bahkan followership bagi istrinya di rumah. Menjadi followership yang lebih baik akan membuat kita menjadi leadership yang lebih baik juga.
Setiap Leadership yang besar juga sebagai follower besar. Followership akan selalu berada dalam bayang–bayang leadership, tetapi tidak ada leadership tanpa followership, atau tidak ada leadership yang sukses jika hanya memiliki followership yang lemah. Followership yang banyak dan loyal akan mempercepat tujuan seorang leader atau leadership. Followership yang efektif dan leadership yang efektif terkadang adalah orang yang sama tetapi memainkan peran pada hari yang berbeda. ***
Dosen Pembimbing: Dr Luki Dwiantoro Skp. Mkep
Staf Pengajar Departemen Magister Keperawatan,
Departemen Manajemen, Undip