JAKARTA– Saat keluar dari dari Masjid Jami Al Ihsan, langkah Novel Baswedan diiringi dua orang pengawal. Masjid itu tak jauh dari rumah Novel Baswedan yang terletak di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Penglihatan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi itu masih belum begitu jelas dan berbayang pascaoperasi mata kiri akibat siraman air keras setahun lalu.
Satu pengawal menunjukan arah jalan Novel menuju gerbang rumahnya, sementara yang lain menjaganya dari belakang. “Soalnya saya belum terlalu jelas, kalau belum dibersihkan matanya, jadi ada dua bayangan. Jadi saya bingung, sebenarnya saya tidak terlalu suka dikawal,” kata Novel saat ditemui Tempo di rumahnya pada Jumat, (6/4/2018).
Di sela wawancara, Novel sambil menantikan kedatangan Rina Emilda, istrinya, untuk segera membantu membersihkan matanya dengan obat tetes mata jenis Dexamethasone . Sehari sebelumnya, ia baru pulang dari Singapura pascaoperasi tahap dua di mata kirinya.
Novel menjalani pengobatan mata di Rumah Sakit National Eye Centre, Singapura, setelah dua orang tak dikenal menyerangnya pada Sabtu, 11 April 2017. Dua orang menyerang Novel yang tengah berjalan pulang dari masjid setelah salat subuh. Ia disiram air keras di bagian wajah dan melukai matanya. Akibatnya, kedua mata Novel mengalami kerusakan. Mata kirinya kini tak bisa melihat sama sekali, sedangkan penglihatan mata kanannya buram.
Ketua Wadah Pegawai KPK itu baru pulang ke Indonesia pada 22 Februari lalu setelah hampir lebih dari 10 bulan berada di negeri singa. Mata kirinya diimplan total dan mata kanannya harus memakai hard lens untuk membantu penglihatannya.
Operasi Novel pada April ini diharapkan menjadi yang terakhir. Rina Emilda, sebelumnya, mengatakan sebenarnya dokter menyarankan Novel menjalani perawatan selama sebulan penuh pascaoperasi tahap dua. Operasi berjalan lancar, meskipun masih memerlukan waktu pemulihan lantaran adanya darah di antara lensa mata yang belum hilang pasca operasi. “Jadi penglihatan belum optimal,” kata Rina.
Namun mata Novel sudah mulai bisa melihat dibandingkan sebelum operasi. Ia bisa melihat bayangan jari digerakkan dan bayangan tubuh.
Meski begitu, Emil, sapaan akrabnya, mengatakan Novel juga masih memerlukan pengobatan untuk mata kanan yang mengalami penurunan. Kadang bisa melihat jelas, kadang sebaliknya. “Banyak juga problem yang harus diselesaikan di mata kanan tetapi akan ditangani setelah mata kiri optimal,” ujarnya.
Novel pun mengakui kondisi tak stabil pada mata kanannya. “Yang kanan posisi stabil, tetapi cenderung menurun,” ujarnya. Padahal, dokter tidak bisa mengambil tindakan untuk mata kanannya jika mata kiri juga belum stabil, bahkan menurun. “Kalau dua-dua, nanti enggak bisa lihat semua.”
Dexamethasone dan antibiotik menjadi obat wajib untuk Novel setiap hari, paling tidak untuk mencegah infeksi pada matanya. Novel beruntung pertumbuhan selaput sudah membuahkan hasil, meski ada goresan di kornea mata sehingga menutup selaput dan menimbulkan bercak putih. “Di kornea ada pembuluh darah yang muncul, itu jadi problem,” kata Novel.
Novel pun hanya bisa menggunakan sebelah matanya untuk membaca. Ia sempat menggunakan kacamata baca, namun kemampuan penglihatan matanya malah sempat berkurang. Berdasarkan keterangan dokter, kata Novel, karena adanya carutan di kornea matanya. “Carutan akibat serangan kimia itu menimbulkan bercak putih di selaput kornea,” kata dia. Carutan inilah yang berpotensi menyebabkan infeksi.
Ia pun berharap kondisinya makin membaik dan tidak memerlukan operasi lanjutan. “Kemarin operasi yang terakhir semestinya, meskipun segala sesuatu bisa terjadi,” kata Novel.
Seiring dengan proses penyembuhan yang dijalaninya, Novel juga berharap Presiden Joko Widodo bisa segera mengambil sikap tegas agar kasus penyerangannya bisa terungkap. Apalagi kasusnya sudah berjalan satu tahun.
Seperti yang sudah sering diungkapkannya, baginya kasus penyerangan ini bukan terhadap dirinya pribadi melainkan terhadap upaya pemberantasan korupsi. “Harapan saya presiden menepati janji, Presiden bilang akan melihat ini sebagai soal yang serius dan terkutuk,” kata Novel Baswedan.