
JOGJA – Jika negara-negara lain masih bingung bagaimana membuang atau mengolah sampah, tapi sebaliknya bagi Denmark. Negara ini malah “bingung” mencari sampah untuk dijadikan energi. Tak heran kalau kemudian Denmark sampah harus mengimpor sampah dari negara-negara tetangganya.
“Benar, kita mengimpor justru karena kita kekurangan sampah,” jelas Duta Besar Denmark, Rasmus Abildgaard Kristensen saat ditemui di Grha Sabha UGM.
Rasmus menjelaskan bahwa sampah yang mereka hasilkan dijadikan sebagai sumber energi. Energi tersebut berupa listrik yang dibutuhkan oleh penduduk Denmark sehari-harinya.
“Karena kita membutuhkan energi itu, otomatis kita membutuhkan sampah yang banyak. Makanya kita sampai menerima sumbangan sampah dari negara lain,” jelas Rasmus.
Rasmus menceritakan, proses pengolahan sampah dilakukan dari tahap yang sangat sederhana. Paling awal adalah memilah-milah jenis sampah. Warga yang melakukan deposit sampah pun mendapatkan keuntungan berupa sejumlah uang.
“Jadi warga tinggal memasukkan sampahnya ke mesin, diproses, nanti ada struk yang keluar. Menunjukkan sejumlah uang yang bisa diperoleh,” jelas Rasmus.
Sampah tersebut lalu diolah kembali menggunakan teknologi canggih. Kemudian dibakar untuk dijadikan sumber energi, baik untuk listrik atau kebutuhan sehari-hari lain seperti gas untuk memasak.
Berkat cara ini, Denmark bahkan sudah tidak begitu tergantung pada sumber energi konvensional, seperti minyak dan gas bumi.
“Saat krisis minyak berlangsung, kami tidak terpengaruh,” ungkap Rasmus.
Selain pengelolaan sampah, warga Denmark juga dikenal sangat peduli lingkungan.
Rasmus menyebut sangat jarang warga menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil.
“Mereka lebih senang pakai sepeda atau jalan kaki,” kata Rasmus yang menjadi Duta Besar Denmark sejak September 2017.
Kebiasaan itu terjadi lantaran Denmark sangat berfokus pada transportasi umum. Menurut Rasmus, ada banyak moda transportasi dengan harga yang ramah kantong.
“Pesepeda dan pejalan kaki pun memiliki jalur-jalur yang sendiri. Terpisah dari jalur kendaraan,” kata mantan Kepala Departemen Kementerian Energi Internasional Denmark ini.
Rasmus menyebut, dibutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya untuk membentuk sistem yang demikian. Pendidikan pun menjadi cara untuk menciptakan kebiasaan tersebut.
“Pendidikan kami melibatkan materi tentang manajemen lingkungan serta pengelolaannya, termasuk penanganan sampah,” jelas Rasmus.
Sebagai wakil dari negara yang sukses dalam pengelolaan lingkungan dan manajemen sampah, Rasmus pun berbagi tips untuk Indonesia. Menurutnya, proses tersebut harus dilakukan sejak dini dan menyeluruh.
Lewat cara-cara yang sederhana maka kebiasaan peduli lingkungan pun bisa tercipta.
“Penggunaan teknologi canggih untuk mengelola sampah juga bisa menciptakan lingkungan yang bersih,” saran Rasmus.
Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.
















