SEMARANG – Kemajuan dalam hal teknologi dan informasi, ternyata memiliki dampak yang lain. Media sosial (Medsos) sebagai salah satu wujud kemajuan trknologi informasi misalnya, ternyata di sisi lain menjadi sumber hoax atau berita bohong.
Hal itu dikatakan oleh Sulistyo Pudjo Hartono, Analis Kebijakan madya Div Humas Polri. Dari analisis yang dia lakukan, Sulistyo menganggap media sosial paling banyak menyebarkan hoax.
“Media sosial masih yang paling tinggi dibandingkan media lain. Sebab, media sosial tidak bisa disaring. Siapapun bisa membuat berita atau informasi yang menyesatkan. Bahkan, menggunakan foto atau video yang tidak sesuai dengan faktanya, atau dimanipulasi sedemikian rupa,” paparnya dalam acara Diskusi Media Pilkada Bebas Sara yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Semarang, Kamis (24//2018) sore.
Jenis konten yang paling banyak menyesatkan berdasar yang dipaparkan Sulistyo yakni tulisan (62.10%), gambar (37.50%), dan video (0.40%).
Dari beberapa jenis media masa yang berpotensi menyebarkan berita hoax, yang paling kecil yakni radio, email, cetak, disusul tertinggi televisi.
“Yang membuat dan menciptakan sara, hoax, berita bohong biasanya kelompok atau individu yang tidak menyukai suatu kebijakan tertentu. Bahkan, perselisihan antar kelompok juga bisa menjadi pemicunya,” jelasnya.
Sulistyo juga bercerita tentang isu sara yang masih kuat di Jakarta.Ia tidak memaparkan apa yang menjadi penyebab ketegangan antar kelompok.
Tetapi yang bisa dipastikan berasal dari isu sara dan tidak adanya toleransi yang kuat antar lapisan masyarakat.
Selain Sulistyo, ada juga Yuwanto, Kaprodi S3 DIS FISIP Undip yang menjadi pembicara dalam diskusi kali ini.
Dirinya menjelaskan partai politik yang paling pragmatis dan oportunitis, apalagi haus kekuasaan, akan mengakibatkan isu sara, berita hoax bermunculan di berbagai media.
“Jadi, sebaiknya partai politik saling menahan diri. Setiap pemimpin tentunya akan membuat suatu kebijakan yang bisa memicu perbedaan pendapat. Yang terpenting, kebijakan tersebut bisa membawa bangsa ini semakin dewasa,” tambahnya.
Di sisi lain, media massa juga memiliki impact atau pendorong untuk meramaikan isu yang bertebaran di sekitar masyarakat.
Cecep Burdiansyah, Pemimpin Redaksi Tribun Jateng, memberikan indikator jika isu sara atau hoax tentang politik ingin sedikit mereda, paling tidak ada satu di antara calon pemimpin yang berbeda agama.
“Contohnya saat Jokowi Ahok memimpin DKI Jakarta. Isu-isu semacam itu tidak terlalu terlihat. Tetapi menurut saya, di Jawa Tengah tidak seperti itu. Ada beberapa isu sara yang bisa saja menjatuhkan salah satu pihak. Tetapi pada kenyataannya masyarakat tidak begitu menanggapinya,” terang Cecep.
Ia juga mengatakan salut dengan sikap calon gubernur Jateng, Ganjar Pranowo yang bisa meredam isu sara saat Sudirman Said mengunjungi sebuah klenteng.
Karena sikap sebuah pemimpin akan sangat berpengaruh dengan orang-orang yang berada di akar rumput.
“Masyarakat akar rumput sebenarnya kan hanya mengikuti saja bagaimana pemimpin tersebut menyikapi suatu hal” tambahnya.
Mereka memaparkan pandangan masing-masing tentang berita hoax dan sara dihadapan para peserta hingga waktu berbuka. # Tribunnews