KARANGANYAR- Ratusan mesin jahit di PT Ladewindo Garment Jaten dibedol paksa oleh pihak aparat Pengadilan Negeri (PN) atas permohonan Koperasi Cakrawatya Artha, Rabu (9/5/2018). Aksi eksekusi paksa itu terpaksa dilakukan lantaran pemilik pabrik mangkir dari kewajiban melunasi pinjaman Rp 4,5 miliar untuk pembelian mesin jahit tersebut.
Eksekusi paksa dilakukan Pengadilan negeri (PN) Karanganyar, melalui pelimpahan PN Surakarta. Tim melakukan eksekusi terhadap 807 mesin jahit milik PT Ladewindo Garment Manufactrer yang berada di Dukuh Songgorunggi, Desa Dagen Kecamatan Jaten, Rabu (09/05/2018).
Eksekusi terhadap ratusan mesin jahit tersebut, mendapat pengawalan ketat dari Polres Karanganyar serta Kodim 0727 Karanganyar.
Agus Muladi, Panitera Pengganti PN Karanganyar, mengatakan, proses eksekusi dilakukan setelah pemilik perusahaan yang bernama Rustina Cahya Dewi, tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya.
Menurut Agus, pihaknya juga telah memberikan surat pemberitahuan kepada yang bersangkutan, namun tidak datang. Demikian juga dengan pembacaan sita eksekusi, Rustina juga tidak datang.
Dijelaskannya, sejak awal, kasus ini ditangani oleh PN Surakarta. Namun karena lokasi pabrik berada di Karanganyar, maka PN Surakarta, melimpahkannya kepada PN Karanganyar untuk dilakukan eksekusi.
“Eksekusi tetap kita laksanakan, meskipun termohon eksekusi tidak datang,” kata Agus, Rabu (09/05/2018).
Agus menambakan, sebelum dilakukan eksekusi, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap sertifikat fiducia 807 mesin jahit. Setelah dilakukan pemeriksaan, lanjutnya, baru dilakukan penyitaan.
Sementara itu, Dwi Esti Nastiti, dari Koperasi Cakrawatya Artha, selaku pemohon eksekusi mengungkapkan, kasus ini bermula ketika tahun 2007 lalu, Rustina Caya Dewi, mengajukan pinjaman sebesar Rp 4,5 miliar untuk membeli sebanyak 807 mesin jahit.
Kala itu pinjaman diajukan dengan perjanjian fiducia dan mesin jahit sebagai jaminan, dengan masa tenor selama satu tahun. Perjanjian fiducia ini, lanjutnya resmi didaftarkan ke Kemenkumham.
Namun setelah berjalan satu tahun, ternyata, pinjaman tidak dikembalikan. Berbagai upaya terus dilakukan agar termohon melunasi pinjamannya, namun tidak ada itikad baik. Setelah 10 tahun berjalan, tidak ada juga penyelesaian.
“Karena tidak ada upaya penyelesaian dan itikad baik dari termohon, akhirnya kami mengajukan eksekusi ke PN Surakarta,” jelasnya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, satupun karyawan perusahaan yang bersedia memberikan keterangan. Pun dengan pemilik pabrik juga tak ada di lokasi kejadian dan tak bisa dikonfirmasi. Wardoyo