SRAGEN – Kematian ribuan ikan secara mendadak di karamba Waduk Kedung Ombo (WKO) dalam beberapa hari terakhir menjadi mimpi buruk bagi petani karamba di wilayah Sragen maupun Boyolali.
Guna mencegah meluasnya kematian ikan akibat racun air putih atau dampak cuaca ekstrem, petani pun terpaksa menggeser karamba mereka menjauh dari titik kejadian. Tak hanya itu, mereka juga terpaksa harus rela begadang siaga 24 jam mengawasi karamba mereka dan bergerak cepat jika sewaktu-waktu wabah racun air putih naik.
Salah satu petani karamba asal Dusun Boyolayar, Ngargosari, Sumberlawang, Sragen, Anton Setiawan (27) mengatakan, sejak kemunculan air putih tersebut dirinya dan juga petani yang lain terus waswas. Dirinya dan petani lain terpakda harus siaga siang malam berjaga-jaga jika racun air putih muncul.
Selain itu, karamba juga terpaksa harus digeser agar tidak terimbas racun air putih yang sudah melanda wilayah Bulu dan Ngasinan.
Seperti keramba miliknya berada di Jatisongo, Sumber Lawang harus menggeser keramba yang berisi 40 kolam ke wilayah Boyolayar.
“Kami harus menggeser keramba ini untuk menghindari air putih itu. Untuk menggeser keramba apung butuh waktu selama enam jam dengan didorong lima perahu besar. Hanya itu satu-satunya cara menghindari upwelling,” paparnya Minggu (8/7/2018).
Anton mengatakan di wilayah Boyolayar sendiri ada sekitar 26 petak karamba milik 10an petani. Jumlah lebih banyak ada di Bulu, wonoharjo, Boyolali yang mencapai 50an karamba.
Menurutnya penggesera karamba harus dilakukan lantaran wabah upwelling begitu cepat dan berdampak sangat mematikan.
“Nggak sampai jam-jaman, begitu kena air putih, lima menit saja ikan pasti akan mati, ” tukasnya.
Ia menuturkan di wilayah Ngasinan dan Boyolayar, kematian ikan memang tak separah di Bulu. Di wilayahnya ikan yang mati mendadak tercatat sekitar 1 ton, namun di Bulu sudah mencapai 100 ton.
Ketua RT 27 Dusun Boyolayar, Harwito, mengatakan, kejadian yang menimpa para petani keramba di wilayahnya tidaklah separah seperti yang terjadi di Boyolali. Meski begitu, dirinya tetap terus memantau kondisi keramba untuk menghindari ancaman air putih. “Alhamdulillah tidak parah, tetapi kami juga tetap waswas karena ini tidak bisa diprediksi,” ucapnya. Wardoyo