SOLO- Pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menyatakan siap membatalkan hasil tes seleksi penjaringan perangkat desa (Perdes) di desa yang bekerjasama dengan LPPM UMS jika memang ada bukti terjadinya penyimpangan atau main mata. Tak hanya itu, LPPM UMS juga siap menggelar tes ulang bagi desa yang terindikasi memang ada kekeliruan dan indikasi penyimpangan nilai.
Hal itu ditegaskan Ketua Panitia Tes Seleksi Penjaringan Perangkat Desa Sragen dari LPPM UMS, Sudaryono saat menerima audiensi dari beberapa peserta seleksi yang gagal dan menggeruduk UMS, Rabu (9/8/2018). Puluhan peserta dari beberapa desa yang bergejolak pasca pengumuman itu di antaranya Mojorejo, Jono, Kecik, Suwatu dan beberapa desa lainnya. Mereka diterima beraudiensi dengan tim LPPM di Ruang Sidang LPPM Gedung Siti Walidah UMS.
Di hadapan tim LPPM, sejumlah peserta dari beberapa desa sempat mempertanyakan mekanisme penilaian ujian tertulis dari LPPM. Mereka juga menanyakan adanya kejanggalan nilai sangat tinggi dan sangat mencolok dari beberapa peserta yang terpilih dan terindikasi dibawa oknum Kades.
“Ada peserta yang enggak bisa apa-apa, komputer nggak selesai mengerjakan kenapa nilainya malah tertinggi dan jadi. Kami curiga memang ada permainan. Apalagi dari 4 calon yang jadi, nilai tertulisnya hampir di atas 90 semua sedangkan peserta lain hanya di bawah 60, ” ujar AY, salah satu peserta asal Mojorejo.
Kemudian beberapa peserta juga membeberkan kejanggalan soal nilai. Di mana calon terpilih di hampir semua desa yang bekerjasama dengan LPPM UMS, bisa mendapat nilai ujian tertulis paling tinggi minimal 90. Sedangkan nilai calon lain jauh di bawah 60.
Padahal secara kompetensi dan akademis, dinilai tidak lebih baik dari peserta lain yang sarjana maupun S2.
Sempat terjadi adu argumen dari peserta dengan LPPM. Para peserta sempat meminta agar LPPM menunjukkan nilai dan lembar jawaban mereka.
“Ternyata setelah dicocokkan ulang secara manual dan ditunjukkan kunci jawaban, hasilnya ada nilai yang beda dengan nilai yang ada di desa. Selisihnya ada yang kurang 3 ada juga yang kelebihan 4. Akhirnya dari LPPM mengakui kemungkinan ada human eror saat input nilai sehingga mereka siap melakukan ujian ulang tanpa biaya. Khususnya di desa yang terjadi kesalahan atau indikasi penyimpangan. Kebetulan tadi kami diterima audiensi paling awal. Setelah itu baru Jono, Kecik, dan Suwatu, ” urai Adi Sriyono, tokoh masyarakat dari Desa Mojorejo yang ikut mengawal audiensi.
Terkait hal itu, Sudaryono kemudian menyampaikan jika ada indikasi permainan, pihaknya mempersilakan agar diusut. Ia menegaskan LPPM UMS sendiri sejak awal juga menghendaki tes bisa berjalan transparan dan fair.
“Intinya kita dari LPPM siap menggelar tes ulang dan siap membatalkan hasil tes kemarin jika memang ada bukti terjadinya penyumpangan atau ada main mata. Tes ulang disetujui dan kita ingin Fair betul. Kalau tidak fair kami juga tidak bisa tidur,” tegasnya.
Sudaryono menambahkan soal ada peserta yang terindikasi bawaan dan mayoritas nilainya bisa .encapai 90, pihaknya mengakui itu kemungkinan faktor eror.
“Mungkin saja ada eror saat input data, makanya perlu kita kroscek. Kalau sudah fix mau dilakukan tes ulang, kami siap dan sebaiknya dilakukan secepatnya,” tandasnya. A.S.Alim/Wardoyo