SRAGEN- Ujian seleksi CPNS di GOR Diponegoro Sragen, Selasa (30/10/2018) menghadirkan pemandangan trenyuh. Di sesi terakhir yang sempat diundur satu jam, ada peserta dari formasi difabel yang mendadak menyita perhatian.
Tes sesi terakhir yang harusnya dimulai pukul 17.00 WIB, terpaksa memang diundur satu jam dan dimulai pukul 18.00 WIB. Selain alasan server error, panitia memundurkan satu jam sekalian dimulai pukul 18.00 WIB untuk memberikan kesempatan peserta menunaikan salat Magrib terlebih dahulu.
Nah, momentum itu sempat diwarnai pemandangan haru. Adalah Fajrin Maulana, peserta seleksi CPNS Solo asal Sragen.
Pemuda yang tinggal di Ngledok, Sragen Tengah itu tampak bersemangat menunggu jadwal ujian dengan duduk di atas kursi roda.
Tepat ketika adzan magrib berkumandang, pemuda lulusan sarjana bergelar MPDi itu tampak bergegas menggeserkan kursi rodanya ke arah yang agak sepi di dekat pohon di halaman barat GOR Diponegoro Sragen.
Rupanya ia bergegas melakukan salat magrib seperti ratusan peserta beragama Islam lainnya yang menunaikan magrib di Musala GOR Diponegoro.
Meski hiruk pikuk peserta yang berseliweran selesai salat, hal itu tak menggangu konsentrasi Fajrin untuk menunaikan salat. Dengan kondisinya yang mengalami kecacatan kaki dan di atas kursi roda, Fajrin tetap kusyuk melakukan rukuk, i’tidal dan sujud dengan gerakan terbatas yang ia mampu.
Pemandangan itu pun mengundang decak kagum dan membuat sebagian yang melihat kegigihan dan keimanannya itu terpana.
Ya, tak lama berselang, ayahandanya Qowam Karim yang mendampinginya untuk tes CPNS, bergegas mendekat. Pria yang dikenal sebagai salah satu pimpinan daerah Muhammadiyah Sragen itu kemudian mengantar putra tercintanya itu menuju gedung GOR untuk mengikuti ujian CAT CPNS bersama ratusan peserta lainnya.
“Mas Fajrin ini daftar formasi guru agama SD dari jalur difabel di Pemkot Solo. Karena yang buka formasi itu memang hanya di Solo. Doakan ya Mas,” ujar Qowam sembari bergegas mendorong kursi roda putranya menuju ke dalam GOR.
Ya, keimanan Fajrin dan ketaatannya menunaikan ibadah di tengah keterbatasan fisiknya itu memang membersitkan pesan mendalam.
Di saat yang terbatas saja bisa begitu taat menunaikan kewajiban, kadang yang dikaruniai fisik sempurna ternyata justru masih sering melupakan-Nya. Wardoyo