Beranda Umum Opini Terapi Musik Melalui Transformational Leadership

Terapi Musik Melalui Transformational Leadership

Rosma Karinna Haq, S.Kep.,Ns. Perawat RSUD Dr Moewardi Tengah Menjalani Studi Magister di Universitas Diponegoro, 2018

Prosedur pembedahan dapat menimbulkan suatu reaksi emosional dan perubahan secara fisik maupun psikologis pada pasien. Pembedahan juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien karena tindakan tersebut menyebabkan trauma pada jaringan, sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman atau nyeri. Kenyamanan merupakan bagian terdepan dalam proses keperawatan. Kolcaba dalam Tomey dan Alligood (2006) memandang kenyamanan holistik adalah kenyamanan yang menyeluruh meliputi kenyamanan fisik, psikospiritual, psikososial dan lingkungan.

Manajemen nyeri post operasi merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan kolaborasi multidisiplin untuk mencapai perawatan yang adekuat. Perawat mempunyai peranan yang penting dalam kolaborasi multidisiplin karena perawat yang berada di baris pertama saat melakukan pengkajian dan mengambil keputusan saat nyeri pasca pembedahan dirasakan pasien dan membutuhkan pertolongan segera.

Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat meningkatkan skala nyeri pasien, menurunkan fungsi pernafasan, meningkatkan kecemasan dan respon stres (Crowe et al., 2008). Komplikasi yang dapat terjadi antara lain LOS (Length of Stay) memanjang , masalah pasca pembedahan, dan stres pasien meningkat (Economidou, Klimi, Vivilaki, & Lykeridou, 2012).

Musik memiliki aspek terapeutik yang sering digunakan untuk penyembuhan, memberikan rasa tenang, dan memperbaiki kondisi fisik maupun fisiologis pasien. Musik juga bersifat universal, nyaman, menyenangkan dan berstruktur. Jenis musik yang digunakan dapat disesuaikan dengan keinginan, misalnya musik tradisional, musik klasik, instrumentalia, musik berirama santai, orchestra dan musik modern lainnya. Musik tradisional seperti bunyi gamelan jawa, tambur, dan genta dapat memberi ketenangan hidup dan psikis.

Pelaksanaan tindakan mandiri perawat seperti penerapan terapi musik pada pasien post operasi yang kurang optimal dilakukan dapat diatasi melalui kepemimpinan transformasional. Transformational leadership efektif digunakan dalam suatu organisasi atau ruangan dimana dibutuhkan suatu perubahan dan individu atau lingkungan sebagai pengikutnya bersedia untuk berubah (Wong et al., 2011).

Melalui transformational leadership, pemimpin (kepala ruang atau ketua tim) dapat menggiring SDM (perawat yang berada di bawah wewenangnya) untuk mencapai visi bersama. Keberhasilan kepemimpinan transformasional tidak terlepas dari komitmen perawat, kepuasan kerja perawat, praktik pembelajaran serta kultur perawat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan transformational leadership diperlukan ciri kepemimpinan yaitu karismatik, inspiratif, memiliki rangsangan intelektual dan pertimbangan yang diindividualkan.

Melalui gaya kepemimpinan karismatik, seorang kepala ruang dapat menyampaikan visi secara jelas kepada anggota tim keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pasien dengan meningkatkan penerapan tindakan mandiri perawat pada pasien post operasi melalui pemberian terapi musik. Kepemimpinan karismatik dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kinerja dan prestasi dalam mencapai tujuan pelayanan.

Gaya kepemimpinan inspiratif seorang kepala ruang dapat diwujudkan dengan memberikan contoh kepada anggota tim keperawatan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri pasien post operasi dengan memberikan terapi musik sehingga pasien merasa lebih rileks dan nyeri berkurang. Selain itu, kepala ruang juga memfasilitasi anggota tim yang berada di bawah wewenangnya untuk meningkatkan pengetahuan melalui pelatihan, brainstorming, maupun melakukan praktik keperawatan berdasarkan penelitian. Hal-hal tersebut dapat membantu merubah perilaku individu maupun kelompok melalui cara berpikir dan bersikap kritis demi peningkatan kualitas pelayanan.

Seorang pemimpin juga harus beradaptasi dengan setiap anggotanya. Pemimpin yang dapat diterima adalah pemimpin yang dapat memahami kondisi dan kebutuhan anggotanya. Melalui metode adaptasi, pemimpin menjadi lebih memahami keinginan anggotanya. Sehingga akan terjadi komunikasi dua arah dan dapat menyelesaikan secara bersama permasalahan yang dapat menghambat kinerja anggotanya. Saat hambatan tidak ada, tindakan mandiri perawat melalui pemberian terapi musik pada pasien post operasi dapat terealisasi. ***

Pembimbing: 

Muhammad Hasib Ardani, S.Kp.,M.Kes

Staf Pengajar Departemen Keperawatan
Universitas Diponegoro