SERANG – Perbuatan ini terbilang keji, karena mengusik orang yang bahkan sudah meninggal. Bahkan, jenazah korban tsunami Selat Sunda pun tak urung jadi sasaran aksi bejat berupa kasus pungutan liar (Pungli) pengurusan jenazah korban tsunami.
Terkait dengan kasus tersebut, Kapolda Banten menetapkan tiga orang tersangka.
“Kami telah menetapkan tiga tersangka setelah mendapatkan dua alat bukti,” kata Kabag Wasidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Ajun Komisaris Besar Dadang Herli di Serang, Sabtu (29/12/2018).
Menurut Dadang tiga tersangka itu ialah seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial F dan dua karyawan sebuah perusahaan swasta berinisal I dan B.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa lima orang saksi dan beberapa alat bukti, seperti kuitansi tidak resmi yang dikeluarkan oleh F.
“Dokumen yang digunakan termasuk kuitansi tidak resmi dikeluarkan oknum ASN bersama dengan karyawan sebuah CV,” katanya.
Tersangka dijerat Pasal 12 huruf E Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan denda paling sedikit 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar,” katanya.
Sebelumnya, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah membantah adanya dugaan pungutan liar dalam pengurusan jenazah korban tsunami di Rumah Sakit Drajat Prawiranegara.
Mendengar informasi ada dugaan pungutan liar terhadap keluarga korban bencana tsunami di rumah sakit tersebut, Ratu Tatu Chasanah langsung memanggil jajaran direksi dan manajemen rumah sakit pada Rabu (26/12/2018).
Tatu juga mendatangi Rumah Sakit Drajat Prawira Negara keesokan harinya untuk mengecek langsung situasi dan berbagai dokumen. Pasca-tsunami mobil ambulans dan mobil jenazah milik Rumah Sakit Drajat Prawiranegara memang diturunkan ke Kabupaten Serang dan Pandeglang untuk membawa korban ke fasilitas kesehatan.
“Kalau untuk pulang, mungkin keluarga korban menghubungi pihak ketiga, bukan ambulans maupun mobil jenazah dari Rumah Sakit Drajat Prawiranegara. Termasuk jika keluarga korban membutuhkan peti jenazah, dipastikan membeli dari pihak ketiga, karena Rumah Sakit Drajat Prawiranegara tidak menyediakan peti jenazah,” katanya.
Tatu juga menerangkan bahwa terkait bukti kuitansi pembayaran dari keluarga korban, dipastikan bukan resmi dari manajemen rumah sakit. Bahkan ia mempersilakan kepolisian untuk melakukan penyelidikan.
“Kami juga sudah bertemu dan rapat bersama dengan pihak kepolisian, karena ini soal kemanusiaan,” kata Tatu.
Tatu menilai jika benar ada oknum yang melakukan pungli, maka sudah mencederai citra Rumah Sakit Drajat Prawiranegara sekaligus tidak menghargai para dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja tanpa lelah dan ikhlas mengobati korban bencana tsunami.
“Jadi silakan diusut tuntas jika ada oknum yang melakukan pungli,” ujarnya.
Pelaksana tugas Direktur Rumah Sakit Drajat Prawiranegara Sri Nurhayati mengatakan pihaknya sudah berupaya semaksimal mungkin melakukan tindakan sesuai standar operasional prosedur (SOP) untuk melayani semua korban tsunami. “Para korban sudah dilayani semaksimal dan seoptimal mungkin,” ujarnya.