BALI – Para guru honorer di daerah yang diangkat melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), bakal tetap digaji, namun lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani. Dalam diskusi di Nusa Dua, Bali, Rabu (5/12/2018), dia mengatakan, pemerintah pusat masih harus menghitung berapa besar beban anggaran yang akan ditanggung pemerintah daerah nantinya.
Saat ini, Kementerian Keuangan masih menunggu laporan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) soal berapa jumlah guru honorer yang akan diangkat waktu pengangkatan.
“Kemungkinan 2019, karena pasti ada persiapan dulu,” kata Askolani.
Presiden Joko Widodo akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Lewar PP inilah, para guru honorer yang tidak bisa ataupun tidak lolos seleksi CPNS 2018, bisa berkesempatan untuk menjadi PPPK dengan tingkat kesejahteraan yang hampir setara dengan PNS.
Penerbitan PP ini diumumkan Jokowi bertepatan dengan HUT ke-73 Persaturan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 2 Desember 2018.
Dari catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada 3 juta lebih guru yang saat ini mengajar di Indonesia. Lebih dari separuh yaitu 1,5 juta merupakan guru-guru non-PNS alias honorer, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Dari jumlah tersebut, ada sekitar 157.210 orang guru honorer kategori II yang telah mengabdi puluhan tahun namun tidak bisa menjadi peserta CPNS 2018 lantaran umur mereka yang telah melewati ambang batas yaitu 35 tahun.
Di sinilah masalahnya. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI, Satriawan Salim, pemerintah harus memastikan apakah pemerintah daerah sanggup membayarkan gaji para guru honorer ini nantinya.
“Jangan nanti pemerintah pusat mengangkat, lalu beban anggaran diserahkan begitu saja ke daerah,” ujarnya, Oktober 2018.
Askolani menambahkan kemungkinan beban anggaran yang akan ditanggung pemerintah daerah tidaklah penuh. Pertama, para guru honorer, khususnya yang berada di daerah, selama ini juga telah digaji lewat APBD. Lewat skema PPPK, gaji guru honorer akan disetarakan dengan Pegawai Negeri Sipil.
“Maka, selisih ini yang dibayarkan oleh pemerintah daerah.”
Alasan kedua adalah pengangkatan guru honorer menjadi PPPK akan dilakukan secara bertahap, tidak satu waktu sekaligus. Informasi itu diperoleh Askolani dari diskusi dengan Kemenpan RB. Sehingga dengan begitu, beban anggaran daerah tidak akan langsung melonjak.
“Jadi efek kagetnya enggak banyak,” kata dia.
Askolani mengatakan daerah masih bisa mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk menutupi selisih beban anggaran gaji bagi guru honorer ini. Pada APBN 2019, alokasi DAU ke daerah adalah sebesar Rp 417,87 triliun atau naik sekitar Rp 16 triliun dari tahun sebelumnya. Walau, Askolani membenarkan bahwa penambahan DAU ini tidak spesifik dilakukan untuk menghadapi tambahan guru honorer PPPK.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, mengatakan DAU adalah satu kesatuan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Sehingga, keputusan apakah akan mengalokasikan DAU ini untuk gaji guru honorer atau tidak, bergantung pada daerah itu sendiri.
“Pemerintah pusat tidak bisa masuk ke sana, tapi Pemda sebenarnya sudah aware juga kok,” ujarnya.