Beranda Umum Nasional Selama 2018, KPK Garuk Pejabat di 5 Kementerian Kabinet Jokowi, Paling Anyar...

Selama 2018, KPK Garuk Pejabat di 5 Kementerian Kabinet Jokowi, Paling Anyar Kementerian PUPR

Ilustrasi uang. Foto: JSNews
Ilustrasi | JOGLOSEMARNEWS.COM

JOGLOSEMARNEWS – Untuk kesekian kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK kembali mengadakan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

OTT tersebut diduga terkait proyek penyediaan air minum oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.

Sebanyak 20 orang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan atau OTT, Jumat (28/12/2018).

Beberapa di antara 20 orang yang diamankan dalam OTT KPK itu merupakan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.

Kabar mengenai OTT KPK terhadap Kementerian PUPR itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.

“Benar, ada kegiatan tim sore hingga malam ini di Jakarta sebagai bagian dari proses kroscek informasi masyarakat tentang terjadinya pemberian uang pada pejabat di Kementerian PUPR. Dari lokasi diamankan 20 orang,” kata Laode M Syarif, dalam keterangan tertulis, Jumat (28/12/2018) malam.

Sebanyak 20 orang yang diamankan KPK itu terdiri dari beragam unsur seperti pejabat Kementerian PUPR, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada sejumlah proyek yang dikelola Kementerian PUPR hingga pihak swasta.

“Diduga terkait dengan proyek penyediaan air minum di sejumlah daerah. Sedang kami dalami keterkaitan dengan proyek sistem penyediaan air minum untuk tanggap bencana,” kata Laode M Syarif.

Tim penindakan KPK juga menyita uang senilai Rp 500 juta dan 25.000 dollar Singapura.

“Tim mengamankan barang bukti awal sebesar Rp 500 juta dan 25.000 dollar Singapura serta satu kardus uang yang sedang dihitung,” kata Laode M Syarif.

Saat ini, 20 orang yang diamankan sedang menjalani pemeriksaan di gedung KPK.

“Sesuai KUHAP dalam waktu maksimal 24 jam akan ditentukan status hukum perkara dan pihak-pihak yang diamankan,” kata dia.

Jubir KPK Angkat Bicara

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menyesalkan terjaringnya pejabat Kementerian PUPR dalam OTT di Jakarta, Jumat (28/12/2018).

Sebab, kata Febri Diansyah, KPK menemukan dugaan akan terjadi transaksi suap terkait proyek penyediaan air minum.

Adapun KPK menangkap total 20 orang dalam OTT ini.

Selain pejabat Kementerian PUPR, pejabat pembuat komitmen (PPK) hingga pihak swasta ikut diamankan.

“Proyek penyediaan air minum ini kan sebenarnya untuk kepentingan publik dan saya kira ini juga menjadi perhatian dan prioritas kita semua. Karena diharapkan dengan adanya proyek penyediaan air minum ini, pelayanan terhadap masyarakat untuk kebutuhan yang sangat dasar itu bisa terpenuhi,” kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/12/2018).

Adapun KPK, kata Febri Diansyah, menyesalkan ketika pihaknya menemukan bukti-bukti awal bahwa ada dugaan suap terkait proyek penyediaan air minum ini.

“Kami menemukan bukti-bukti awal, tentu sedang diklarifikasi. Saat ini ada sejumlah dugaan suap terhadap beberapa pejabat di Kementerian PUPR terkait dengan proyek penyediaan air minum,” kata Febri Diansyah.

Kaget

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR Basuki Hadimuljono mengaku kaget dan sedih atas tertangkapnya sejumlah pejabat di kementerian yang dipimpinnya dalam OTT oleh KPK, Jumat (28/12/2108).

“Kami dikejutkan oleh peristiwa yang menyedihkan hati, dan mengagetkan kami. (Padahal), kami sudah diamanahi untuk melakukan pembangunan infrastruktur dengan sebaik-baiknya,” ujar Basuki di Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (21/12/2018) malam.

Basuki Hadimuljono memberikan keterangan kepada media usai melakukan kunjungan kerja poyek penataan kawasan pariwisata di Kabupaten Magelang.

“Begitu mendapat informasi tersebut, saya tanya Pak Irjen (Inspektur Jenderal Kementerian PUPR Widiarto) begitu saya sampai di Bandara,” kata Budi Hadimuljono.

Menurut Basuki Hadimuljono, pihaknya baru mendapatkan informasi awal bahwa ada sejumlah pegawai Kementerian PUPR yang terkena OTT di proyek infrastruktur Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Siapa saja pegawai tersebut dan untuk proyek apa saja mereka bekerja, ia mengaku belum mengetahui secara pasti.

Untuk itu, Basuki Hadimuljono menugaskan Irjen Kementerian PUPR Widiarto menemui KPK guna mendapatkan informasi lebih lanjut tentang kejelasan jumlah pegawai (pejabat) yang terlibat dan untuk proyek infrastruktur SPAM apa saja.

“Kami percaya KPK telah bekerja profesional sesuai dengan standar operational procedure (SOP)-nya, dengan ketelitian tinggi, dan telah mengamati pajang. Kami menunggu penjelasan dari KPK. Kami terbuka, dan akan bekerja sama,” tegas Basuki Hadimuljono.

Adapun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sejumlah 2.904 yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di bawah PPK terdapat 888 Kelompok Kerja (Pokja) yang melakukan pelelangan dengan jumlah pegawai sekitar 2.483 orang.

Meski mereka yang terjaring OTT KPK ini berada pada level Satker, Basuki Hadimuljono memastikan masing-masing dari Satker, PPK, dan Pokja tersebut sudah punya keahlian dalam pengadaan barang dan jasa.

Mereka, sambung dia, bekerja sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 7 tahun 2018, dan Peraturan Menteru PUPR Nomor 31 tahun 2015 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi.

“Semua aturan mengenai pengadaan pelelangan sudah ada. Di dalam pelaksanaannya pun kami didampingi Irjen dan pejabat terkait seperti BPKP dan Kejaksaan Agung,” katanya.

Basuki Hadimuljono memastikan, semua mekanisme dilaksanakan sebaik-baiknya.

Pengadaan barang dan jasa tidak hanya dilakukan oleh pegawai Kementerian PUPR, melainkan juga oleh penyedia jasa yang mengikuti pelelangan yakni kontraktor dan konsultan yang bernaung di bawah asosiasi.

“Sistem pengadaan barang dan jasa sifatnya kompetisi. (Pelanggaran) mungkin ada di situ,” kata dia.

Pihaknya, kata Basuki Hadimuljono, selalu bekerja sama dengan asosiasi seperti Inkindo, LPJK, dan lain-lain dalam rangka dalam rangka penyelenggaraan lelang yang baik dan benar.

Baca Juga :  Prabowo Siap Dicalonkan jadi Capres 2029, Upaya Potong Langkah Gibran?

SPAM Pejompongan ketika didesak mengenai lokasi penggeledahan dan OTT KPK, Basuki menegaskan tidak terjadi di Kantor Kementerian PUPR melainkan di kantor proyek SPAM di Pejompongan, Jakarta Pusat.

“Bukan di Kantor Kementerian tapi di kantor proyek. SPAM Pejompongan,” kata Basuki Hadimuljono.

Bukan Pertama Kali Kantor Kementerian Disikat via OTT KPK

Jauh sebelum Kementerian PUPR menciduk pejabat ‘nakal’ pada OTT KPK, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah lebih dahulu menjaring kantor kementerian lainnya.

Sepanjang 2018, KPK sudah mengamankan pejabat nakal di tubuh lima Kementerian, yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Rumah Rakyat, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Kementerian Keuangan

Tepat pada 4 Mei 2018, KPK menangkap sejumlah orang melalui OTT di Kemeterian Keuangan, di antaranya Yaya dan anggota Komisi XI DPR Amin Santono.

Adapun penangkapan terkait dugaan suap terkait penganggaran pada Rancangan APBN Perubahan 2018.

Kala itu KPK mengatakan bahwa mereka telah mengamani sepak terjang Yaya sejak lama.

Bahkan KPK mengatakan, Yaya banyak menengarai Yaya Purnomo banyak menerima suap dari orang-orang daerah.

Saat itu Yaya menjabat sebagai Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Kala itu, KPK menangkap Yaya saat tengah melakukan pertemuan di sebuah restoran di Halim Perdakusuma, yang diduga kuat sedang melakukan transaksi suap.

Setelah penangkapan Yaya, KPK kemudian mengarah ke kediaman Yaya di Bekasi. Di sana KPK menemukan 1 Kilogram logam mulia berupa emas, 63.000 dolar Singapura, 12 dolar Amerika Serikat dan uang tunai sebesar RP 1.344.500.000.

Kementerian Sosial

Pada 13 Juli 2018, mantan Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham mengaku sempat kaget saat tim KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT anggota DPR Eni Maulani Saragih di rumah dinasnya.

Apalagi, saat itu Eni datang sebagai undangan acara ulang tahun anaknya.

“Begitu hampir mau selesai, saya mau berangkat. Saya di dalam ruangan, Eni di luar. Begitu ada (penyidik), saya juga kaget. Ini ada begini, ada apa memang? (Tim KPK menunjukkan) ini ada suratnya,” kata Idrus Marham, Jumat (13/7/2018).

Anggota DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih langsung diperiksa setelah ditangkap KPK.

Selain Eni Maulani Saragih, ada 8 orang yang ikut diamankan dalam OTT.

Selain Eni Maulani Saragih, politikus Golkar yang menjabat Wakil Ketua Komisi VII DPR, KPK mengamankan pihak swasta, staf ahli, dan sopir.

Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/8/2018).
Mantan Menteri Sosial, Idrus Marham, usai diperiksa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/8/2018). (Tribunnews/Ilham Rian Pratama)
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyebut Idrus diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama seperti jatah Eni Saragih sebesar US$1,5 juta dari Kotjo.

Pada 24 Agustus 2018, Idrus Marham resmi ditetapkan KPK sebagai tersangka. Ia pun mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Eks Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). KPK menahan Wahid Husen bersama tiga tersangka lainnya yakni staf Lapas Hendri Saputra, terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah dan terpidana Andri Rahmad pasca-operasi tangkap tangan terkait suap pemberian fasilitas dan perizinan di lapas tersebut.
Eks Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7/2018). KPK menahan Wahid Husen bersama tiga tersangka lainnya yakni staf Lapas Hendri Saputra, terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah dan terpidana Andri Rahmad pasca-operasi tangkap tangan terkait suap pemberian fasilitas dan perizinan di lapas tersebut. (ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA)
Pada 20 Juli 2018, KPK melakukan OTT di kediaman eks Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas dan izin khusus bagi sejumlah napi koruptor.

Adapun kasus ini terbongkar bermula dari adanya informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan jual beli tahanan dan jual beli izin keluar lapas.

Pukul 21.15 WIB, KPK menangkap Wahid beserta istri, Dian Anggraini, di kediaman mereka di Bojongsoang, Bandung.

Sejumlah barang bukti diamankan KPK, satu unit mobil Mitsubishi Triton Exceed warna hitam, satgu unit mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar warna hitam, uang sebesar Rp 20.505.000 dan 410 Dolar AS.

Tak hanya Wahid Husen, stafnya juga turut terjerat yakni Hendry Saputra, di kediamannya, Rancasari, Bandung Timur.

Dalam waktu yang sama KPK juga menangkap narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah di selnya dan KPK mengamankan uang sebesar Rp 139.300.000 dan sejumlah catatan sumber uang.

KPK juga mengamankan Andri Rahman, napi kasus pidana umum yang diduga membantu Fahmi Darmawansyah.

 Kemenpora

Selain itu, KPK juga menangkap beberapa pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dalam OTT tersebut.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, para tersangka yang terjaring OTT itu ditangkap karena diduga terlibat praktik suap terkait dana bantuan penyaluran pemerintah melalui Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.

Saut Sitomorang mengatakan, penyelidikan kasus tersebut berawal dari informasi yang diterima KPK bahwa akan ada transaksi antara pengurus KONI dan pejabat Kemenpora, Selasa (18/12/2018).

Baca Juga :  Praperadilan Ditolak, Hasto Kristiyanto Tetap Berstatus Tersangka

Berdasarkan informasi tersebut, tim KPK mendatangi Kantor Kemenpora di Jakarta.

Pada pukul 19.10 WIB, tim antirasuah mengamankan Eko Triyanto (staf Kemenpora) dan Adhi Purnomo (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK pada Kemenpora) di ruang kerjanya.

“Beberapa menit berselang, tim mengamankan tiga pegawai lainnya di kantor kementerian pimpinan Imam Nahrawi tersebut,” kata Saut Situmorang di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).

Adapun pada pukul 19.40 WIB, secara paralel tim KPK lainnya bergerak ke sebuah rumah makan di kawasan Roxy (Jakarta Pusat).

Di sana, kata Saut Situmorang, petugas mengamankan Ending Fuad Hamidy (sekretaris jenderal KONI) dan sopirnya.

Pada pukul 23.00 WIB, tim KPK menangkap Jhonny E Awuy (bendahara umum KONI) dan seorang pegawai KONI lainnya di kediaman masing-masing.

“Rabu ini, sekitar pukul 09.15 pagi WIB, petugas KPK mengamankan pegawai KONI berinisial E di Kantor KONI, Jakarta,” katanya.

Dari lokasi-lokasi penangkapan tersebut, KPK mengamankan sejumlah barang bukti yaitu uang Rp 318 juta; buku tabungan dan ATM atas nama Jhonny E Awuy berisi saldo Rp 100 juta; mobil Chevrolet Captiva warna biru milik Eko Triyanto, dan uang tunai sejumlah Rp 7 miliar dalam bungkusan plastik yang didapat di Kantor KONI.

KPK menduga, uang senilai Rp 318 juta adalah pemberian dari pejabat KONI kepada Adhi Purnomo, Eko Triyanto, dan kawan-kawan. Pemberian itu terkait pencairan dana hibah KONI 2018 di Kemenpora,” kata Saut Situmorang.

Sementara itu, uang senilai Rp 100 juta dalam ATM Jhonny diduga diberikan kepada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana.

Sebelumnya, Mulyana diduga juga telah menerima pemberian-pemberian lain dari pejabat KONI berupa satu unit mobil Toyota Fortuner pada April 2018; uang senilai Rp 300 juta dari Jhonny pada Juni 2018, dan satu ponsel pintar Samsung Galaxy Note 9 pada September 2018.

Saut Situmorang mengatakan, dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan pada tahun ini sebesar Rp17,9 miliar.

Pada tahap awal, KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut.

“Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah tersebut hanya akal-akalan dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sebab, sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,3 persen dari total dana hibah Rp17,9 miliar yakni sejumlah Rp3,4 miliar,” kata Saut Situmorang.

Setelah melakukan pemeriksaan 1×24 jam, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana hibah dari Kemenpora kepada KONI Tahun Anggaran 2018.

Karena itu, penyidik lembaga antirasuah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini.

Para tersangka itu adalah Ending dan Jhonny selaku pihak pemberi suap, sementara Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto sebagai pihak penerima suap.

5. Kementerian PUPR

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan atau PUPR, Basuki Hadimuljono
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan atau PUPR, Basuki Hadimuljono (KOMPAS IMAGES)
Yang terbaru, pada 28 Desember 2018, Sebanyak 20 orang pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan atau OTT, Jumat (28/12/2018).

Beberapa di antara 20 orang yang diamankan dalam OTT KPK itu merupakan pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR.

Kabar mengenai OTT KPK terhadap Kementerian PUPR itu dikonfirmasi Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif.

“Benar, ada kegiatan tim sore hingga malam ini di Jakarta sebagai bagian dari proses kroscek informasi masyarakat tentang terjadinya pemberian uang pada pejabat di Kementerian PUPR. Dari lokasi diamankan 20 orang,” kata Laode M Syarif, dalam keterangan tertulis, Jumat (28/12/2018) malam.

Sebanyak 20 orang yang diamankan KPK itu terdiri dari beragam unsur seperti pejabat Kementerian PUPR, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada sejumlah proyek yang dikelola Kementerian PUPR hingga pihak swasta.

“Diduga terkait dengan proyek penyediaan air minum di sejumlah daerah. Sedang kami dalami keterkaitan dengan proyek sistem penyediaan air minum untuk tanggap bencana,” kata Laode M Syarif.

Tim penindakan KPK juga menyita uang senilai Rp 500 juta dan 25.000 dollar Singapura serta uang satu kardus yang belum dihitung.

Ikut Buka Suara

Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean turut mengomentari perihal terjaringnya pejabat ‘nakal’ di tubuh kementerian di bawah pimpinan presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Dalam cuitannya di akun twitter pribadinya @Ferdinand_Haean, Ferdinand Hutahaean mengatakan, dengan kasus OTT di Kemeterian PUPR, menjadi bukti kalau Kementerian di kabinet Jokowi korupsi.

“Ingat ya..!!

Kemensos sudah, menterinya di penjara.
Kemenpora sdg proses, menterinya terancam dan diduga bakal tersangka.
Sekarang Kemen PUPR yg membawahi ratusan trilliun APBN OTT dan menterinya akan tak nyenyak tidur.

Bukti kabinet Jokowi korupsi,” tulis Ferdinand Hutahaean.

www.tribunnews.com