JAKARTA – Puluhan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hingga bulan September 2018 tercatat memiliki utang hingga menembus angka Rp 5.271 triliun.
Deputi Bidang Restrukturisasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara Aloysius Kiik Ro menjelaskan, asal usul utang perusahaan pelat merah yang jumlahnya cukup fantastis itu sebnarnya bukan utang riil.
Utang BUMN di sektor keuangan, kata Aloysius, ada Rp 3.311 triliun dalam bentuk dana pihak ketiga berupa simpanan yang tidak harus dibayar kembali.
“Itu simpanan, bukan benar-benar utang melainkan dana pihak ketiga,” ujarnya di kantor Kementerian BUMN, Selasa (4/12/2018).
Bank BRI misalnya, tercatat memiliki utang terbesar Rp 1.008 triliun. Namun dana pihak ketiga di bank tersebut mencapai Rp 873 triliun. Sehingga, kata Aloysius, utang rill Bank BRI adalah Rp 135 triliun.
Begitu pula Bank Mandiri dengan utang Rp 977 triliun, namun utang rill di bank tersebut adalah Rp 166 triliun. Bank BNI memiliki utang Rp 660 triliun, namun utang rill adalah Rp 111 triliun.
PLN memiliki rill utang Rp 543 triliun. Masalah utang ini sempat membuat serikat pekerjanya ingin melakukan mogok kerja. Namun Aloysius mengatakan, menejemen harus segera menjalin komunikasi dengan mereka agar tidak terjadi salah paham.
BUMN lain yang memiliki utang jumbo adalah Pertamina dengan utang rill Rp 522 triliun. BTN memiliki utang Rp 249 triliun, namun utang rill yang bank tersebut Rp 54 triliun.
Selanjutnya adalah Taspen memiliki utang Rp 222 triliun. Menurut Aloysius utang tersebut adalah cadangan premium dari pemerintah dan setoran premi dari nasabah.
Waskita Karya memiliki utang Rp 102 triliun, Telekomunikasi Indonesia memiliki utang Rp 99 triliun, namun instrumen utang sebenarnya Rp 47 trilin.
Terakhir adalah Pupuk Indonesia memiliki utang Rp 76 triliun, utang tersebut termasuk biaya pinjaman bank. Pinjaman tersebut akan diganti oleh pemerintah, sehingga utang rillnya hanya Rp 49 triliun.