Beranda Daerah Sragen Innalillahi, Korban Wabah DB di Sragen Terus Berjatuhan. 3 Orang Meninggal, Satu...

Innalillahi, Korban Wabah DB di Sragen Terus Berjatuhan. 3 Orang Meninggal, Satu Balita asal Kedawung Kembali Gagal Tertolong

Ilustrasi petugas di Bangsal Anggrek RSUD Sragen saat memeriksa salah satu pasien anak yang terdiagnose DB Rabu (16/1/2019). Foto/Wardoyo
Petugas di Bangsal Anggrek RSUD Sragen saat memeriksa salah satu pasien anak yang terdiagnose DB Rabu (16/1/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN- Status kejadian luar biasa (KLB) Demam Berdarah terus menebar ancaman. Satu lagi korban serangan DB  dilaporkan meninggal dunia.

Korban diketahui bernama Arsya, balita berusia 4,5 tahun asal Dukuh Gandil RT 8, Bendungan, Kedawung. Balita mungil itu mengembuskan nafas terakhir dengan diagnosa positif terkena DBD.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen, Hargiyanto mengungkapkan korban meninggal setelah sempat dirawat di RSUD Sragen. Balita malang itu meninggal setelah dua hari menjalani perawatan.

“Waktu datang sudah dalam kondisi agak berat sehingga tidak tertolong,” paparnya di sela rakor DBD di Aula Sukowati Selasa (22/1/2019).

Kabid P2PL, Agus Sudarmanto menyampaikan korban tercatat dirujuk ke RSUD Sragen tanggal 19 Januari pukul 21.41 WIB. Kemudian meninggal tanggal 21 Januari pukul 01.00 WIB.

Dengan tambahan satu korban itu, sejauh ini total sudah tiga korban meninggal akibat wabah DB di Sragen selama tiga pekan di bulan Januari 2019 ini.

Baca Juga :  Detik-detik Akhir Kampanye Pilkada 2024 Kyai NU di Sragen Pilih Dukung Bowo - Suwardi Ini Alasannya

Dua korban meninggal sebelumnya adalah Suyanto (35) warga Dukuh Taskerep, RT 014/5, Plumbon, Sambungmacan. Pria itu meninggal tepat di malam tahun baru 1 Januari 2019.

Sedangkan korban meninggal kedua adalah siswa SMP, Adriyan Tanjung (14) asal Dukuh Kerjan RT 12, Katelan, Tangen. Siswa itu meninggal tanggal 7 Januari 2019 setelah sempat menjalani perawatan sebentar di RSUD Sragen.

Didik menguraikan keduanya meninggal akibat kondisinya yang sama-sama kritis saat tiba di RSUD.

“Jadi begitu datang kondisinya sudah syok atau Dengue Shock Syndrom (DSS). Tak sampai sampai 24 jam sudah meninggal,” papar Dirut RSUD Sragen, Didik Haryanto.

Kabid Pelayanan, Sri Herawati menambahkan keduanya meninggal akibat kesamaan kondisi pula yakni bertubuh gemuk. Kondisi badan yang gemuk itu memang rentan tak terdeteksi ketika dalam kondisi DSS atau syok berat atau di puncak DB.

“Karena tipikal penyakit DB itu panas sehari dua hari, lalu hari ketiga agak turun. Tapi justru di hari ketiga keempat itu fase paling kritis atau syok. Nah, orang dengan tubuh gemuk kadang tidak kelihatan ketika dia mengalami dehidrasi saat syok itu. Biasanya suhunya sudah agak dingin dan dikira sembuh, padahal justru itu kondisi syok,” terangnya. Wardoyo