Beranda Umum Nasional Rawat Inap, Kini Pasien BPJS Kesehatan Hanya Boleh Naik 1 Tingkat

Rawat Inap, Kini Pasien BPJS Kesehatan Hanya Boleh Naik 1 Tingkat

ilustrasi

JAKARTA – Para pasien peserta BPJS Kesehatan kini tak bisa sebebas dulu lagi dalam hal memilih ruang rawat inap. Kalau dulu boleh naik 2 atau 3 tingkat, maka mulai sekarang hanya boleh naik 1 tingkat saja.

Hal itu ditegaskan oleh Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Budi Mohamad Arif. Dia  menjelaskan, ketentuan baru tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2018.

“Dulu boleh naik sampai 2 tingkat atau bahkan 3 tingkat, tapi sekarang hanya diperbolehkan satu saja naiknya,” ujar dia di BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2018).

Ia mencontohkan, bagi peserta rawat inap kelas 3 saat ini hanya bisa naik satu tingkat menjadi kelas 2. “Jadi enggak bisa lagi kalau dari kelas 3 naik ke kelas 1,” kata dia.

Baca Juga :  Beban Rakyat Bakal Kian Berat! Usai PPN Naik Jadi 12 Persen, Harga BBM, LPG dan Tarif Listrik Bisa Melonjak

Ia menjelaskan selisih biaya yang harus dibayarkan peserta yaitu berdasarkan selisih tarif INA CBG’s. Budi mengatakan untuk peserta rawat inap kelas 1 yang ingin naik menjadi VIP selisih biaya yang harus dibayarkan yaitu maksimal 75 persen dari tarif INA CBG’s kelas 1.

Fasilitas kesehatan harus memberi informasi kepada peserta atau keluarganya tentang biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih biaya yang harus ditanggung peserta.

“Baik peserta maupun keluarganya juga harus menyatakan kesediaannya membayar selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan,” kata dia.

Selain itu untuk peserta rawat jalan BPJS Kesehatan juga bisa meningkatkan pelayanan dari rumah sakit reguler ke rumah sakit eksekutif. Peserta, kata Budi, harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap rawat jalan.

Baca Juga :  Hasto PDIP Minta Presiden Prabowo Imbau Jokowi untuk Tak Terlalu Cawe-cawe di Pilkada Serentak 2024

“Sudah ditentukan syaratnya, jumlah dokternya, syarat pemeriksaan, jadi tidak bisa menyatu dengan yang reguler,” ujarnya.

www.tempo.co