JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Perhimpunan Penulis Indonesia Satupena menggelar Simposium ‘Sastra dan Peradaban: Diskusi Karya-Karya Abadi & Kehidupan Nh. Dini’ di Institut Francais d’ Indonesie (IFI), Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Acara tersebut menghadirkan pembicara Prof Dr Toeti Heraty Roosseno (Guru Besar UI), Dr. Nasir Tamara, MA, M.Sc (Ketua Umum Perhimpunan Penulis Indonesia Satupena), Dr. Murti Bunanta (UIN Jakarta) dan Kanti W Janis SH, LLM (Penulis, Sekretaris Umum Satupena).
Acara dibuka oleh Duta Besar Prancis untuk Republik Indonesia Jean-Charles Berthonnet.
Dalam sambutannya, sebagaimana dikutip dalam rilis yang dikirim ke Joglosemarnews, Berthonnet mengungkapkan betapa Nh. Dini dan Prancis begitu dekat. Tak hanya lantaran sang sastrawan menerjemahkan beberapa buku dari penulis Prancis seperti Albert Camus, melainkan juga kehidupan Nh. Dini di Prancis.
“Memang, selepas menikah Yves Coffin, Nh. Dini memutuskan pindah kewarganegaraan menjadi warga Prancis mengikuti suaminya,” ujarnya.
Usai sambutan pembukaan, masing-masing pembicara memaparkan pandangannya mengenai sosok Nh Dini. Toeti Heraty misalnya, memandang Nh Dini dari dimensi kejujuran yang ditampakkannya dalam kehidupan dan karya-karyanya.
“Termasuk jujur dalam karya yang mengusung tema seksualitas. Sesuatu yang dinilai baru dalam sejarah sastra Indonesia waktu itu,” jelasnya.
Di samping itu, Toety menilai Nh. Dini memiliki sikap religius sebagai warisan kearifan lokal dari ibunya yang selalu bersyukur kepada Yang Maha Kuasa.
Dalam pandangan Dr Murti Bunanta, sosok Nh. Dini memiliki arti penting bagi dunia anak-anak melalui karya-karya dongengnya.
Murti mengulas tentang dongeng-dongeng Prancis yang diterjemahkan Nh. Dini, seperti ‘Cerita Rakyat Dari Prancis’ I dan II, ‘Genevieve Dari Prancis’.
“Bagaimana Nh. Dini menerjemahkan dongeng-dongeng dari Prancis itu begitu mengagumkan,” ujarnya.
Nh. Dini dalam pandangan Murti Bunanta, juga merupakan sosok yang terbuka, termasuk dalam hal kepercayaan. Sebagai penganut Islam yang taat, namun Nh. Dini tidak membentengi diri dengan tembok tebal. Terbukti ia begitu piawai dan bagusnya dalam menerjemahkan dongeng-dongeng dari Prancis yang kental dengan agama Katolik.
Kanti W. Janis lebih menyoroti Nh. Dini dari sisi feminisme, di mana feminisme dalam diri Nh. Dini sangatlah kental. Setidaknya begitulah yang ditangkap tatkala membaca buku-bukunya.
Feminisme, jelas Kanti, tidak hanya identik dengan perempuan. Seorang laki-laki pun juga bisa menjadi seorang feminis. Dalam banyak hal, feminisme bisa juga menolong kaum laki-laki dan tak hanya para wanita.
Dalam pembahasannya, Kanti W. Janis menjelaskan bagaimana seorang perempuan digambarkan hanya bisa patuh kepada seorang laki-laki. Namun ada masa pemberontakan yang membuncah dari sang perempuan.
“Betapa beraninya Nh. Dini mengambil ‘jalan hidup’ yang tak semua perempuan berani mengambil jalan itu. Nh. Dini justru sangat relevan bagi generasi milenial Indonesia,” ujarnya. suhamdani