SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sejumlah warga penerima bantuan rehab rumah tak layak huni (RTLH) di Desa Jurangjero, Kecamatan Karangmalang, Sragen mempertanyakan selisih harga beli material yang didrop oleh pihak toko. Mereka curiga dengan selisih harga material yang dinilai jauh lebih tinggi dari harga pasaran.
Hal itu terungkap dari pengakuan sejumlah warga penerima bantuan RTLH tahun 2017 di desa tersebut, Senin (29/7/2019). Salah satu warga penerima RTLH, Sukirno (50) warga Dukuh Candirejo, RT 1, Jurangjero mengatakan ada sekitar 95 warga penerima RTLH di desanya pada tahun 2017.
Dirinya yang mengklaim turut andil mengajukan proposal ke Pemda, juga ikut menerima bantuan sebesar Rp 15 juta. Namun besaran bantuan yang diterima warga lainnya tidak sama.
“Ada yang nerima Rp 15 juta, Rp 10 juta dan ada juga yang hanya Rp 7,5 juta. Turunnya tidak dalam bentuk uang, tapi langsung didrop material. Nah, yang kami pertanyakan nggak ada penjelasan dan tidak pernah diberi kuitansi. Dan harga material setelah kami bandingkan dengan harga pasaran, selisihnya sangat jauh,” paparnya kepada wartawan, Senin (29/7/2019).
Sukirno menuturkan untuk dirinya yang mendapat bantuan Rp 15 juta, menerima material berupa 1.000 batako, besi 60 lonjor, pasir 2 rit, usuk dan semen 60 zak. Menurutnya, bantuan dicairkan sesuai kebutuhan penerima.
Kala itu, material itu digunakan untuk merehab rumahnya yang sebelumnya tidak layak menjadi tembok batako dengan masih nambah biaya hampir Rp 30 juta.
Saat ia mengecek harga material di pasaran dengan harga yang ditulis dari toko, selisihnya menurutnya sudah mencolok.
“Misalnya usuk kayu taun ukuran 4 x 6 x 3 meter itu saya cek di penggergajian luar, harganya selonjor Rp 17.000. Tapi yang didrop ke warga itu dihargai Rp 30.000. Besi selonjor saya tanya di Toko Kedungwaduk harganya Rp 28.000, tapi yang untuk bedah rumah (RTLH) ini dihargai dari toko Rp 40.000 per batang dan ukurannya sama,” kata dia.
Lantas harga pasir, Sukirno juga mengecek harga di pasaran satu rit Rp 1,6 juta, tapi untuk bedah rumah harganya dipatok Rp 1,8 juta. Kemudian batako di program bedah rumah per biji dihitung Rp 3.000, ketika ia cek harga di luaran Rp 2.750-Rp 2.800.
“Saya enggak nuduh siapa-siapa. Tapi mbok ya jangan terlalu mencolok selisih harganya. Kalau warga itu wong cilik, bisanya cuma pasrah. Tapi di belakang jane ya nggrundel kok harganya selisihnya seperti enggak wajar. Silakan bisa dicek dan ditanya semua,” tuturnya.
Dia juga mendengar jika kasus dugaan penyimpangan RTLH Jurangjero sudah ditangani penyidik Polres Sragen. Ia berharap jika memang ada ketidaksesuaian dan penyimpangan bisa diusut tuntas.
“Warga mintanya ngono yo ngono ning aja ngono banget banget,” tambahnya.
Senada, penerima bantuan RTLH lainnya Wagini (45) warga Candirejo, Jurangjero menuturkan juga menerima RTLH tahun 2017 namun hanya sebesar Rp 7,5 juta. Wagini yang kala itu sudah bangun rumah kecil namun belum selesai, menerima bantuan dalam bentuk material yang dikirim dari toko.
Seingatnya, wujudnya usuk 120 batang, semen 25 zak, reng beberapa bongkok, dan satu rit pasir.
“Waktu cocokan dengan toko, hanya dibilangi telase sementen (habisnya segini) dan kalau nggak salah hanya tinggal Rp 23.000. Saya memang dibilangi hanya dapat Rp 7,5 juta. Yang lain dapatnya ada yang Rp 10 juta, ada yang Rp 15 juta. Kalau harga material itu sudah ada daftarnya di brosurnya kelompok,” tuturnya.
Kades Siap Klarifikasi
Terpisah, saat dikonfirmasi wartawan, Kades Jurangjero, Prantiyono mengatakan untuk bantuan RTLH tahun 2017 yang diterima desanya ada dari sumber dana kementerian dan dana desa. Bantuan RTLH dari kementerian total ada 95 unit, sedangkan dari sumber dana desa ada sekitar empat atau enam unit.
Ia menyampaikan untuk RTLH program kementerian, anggaran per KK penerima memang bervariasi. Ada yang menerima Rp 7,5 juta, Rp 10 juta dan paling besar Rp 15 juta.
Ia menegaskan bahwa pengelolaan RTLH tidak dikelola oleh desa. Akan tetapi pelaksanaannya langsung dikelola oleh kelompok yang sudah dibentuk. Termasuk pembelanjaan materialnya, juga ditangani langsung oleh kelompok.
“Jadi desa nggak tahu dan nggak menanganu karena itu yang nangani langsung dari kelompoknya masing-masing. Yang membelanjakan juga kelompok. Desa hanya memfasilitasi pertemuan kelompok,” tuturnya.
Soal tudingan selisih harga material.yang mencolok dari pasaran, pihaknya menegaskan semua belanja material ditangani kelompok. Yang jelas, ia menegaskan bahwa program RTLH sudah dijalankan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan.
Perihal kasus itu disebut sudah ditangani penyidik Polres, Kades mengaku sejauh ini belum ada pemeriksaan dari kepolisian. Namun pihaknya siap jika dimintai klarifikasi dan siap memberikan informasi yang sedetailnya.
“Kami siap jika memang dimintai klarifikasi. Akan kami sampaikan, karena semua juga sudah dilaksanakan sesuai mekanisme,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolres Sragen AKBP Yimmy Kurniawan melalui Kasat Reskrim AKP Harno mengatakan memang sedang menyelidiki kasus indikasi penyimpangan pengelolaan RTLH di salah satu desa di Karangmalang.
“Tapi masih kami dalami dan selidiki,” tuturnya. Wardoyo