SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan komite, tokoh masyarakat, alumni, mantan orangtua di wilayah Sragen Barat kembali mendesak Pemkab Sragen dan Pemprov Jateng untuk segera bertindak terkait keinginan warga untuk membuka kembali SMA Sragen Bilingual Boarding School (SBBS) Gemolong.
Desakan itu terungkap ketika digelar mediasi antara berbagai elemen masyarakat di Gemolong dan sekitarnya saat menerima kunjungan dari Komisi E DPRD Provinsi Jateng dan delegasi Dinas Pendidikan Kebudayaan Provinsi Jateng di SBBS Gemolong, Jumat (2/8/2019).
Mediasi di gelar dengan dihadiri Ketua Komite SBBS Gemolong, Agung Purnomo, perwakilan Kades, guru, wali murid hingga tokoh masyarakat di eks Kawedanan Gemolong meliputi Kalijambe, Gemolong, Miri, Sumberlawang.
Sementara dari Komisi E DPRD Provinsi dihadiri Wakil Ketua Komisi E, Joko Purnomo. Dalam forum itu, perwakilan dari SBBS hingga tokoh masyarakat semua sepakat dan mendesak agar Pemkab dan Pemprov segera bergerak untuk menghidupkan kembali SMA SBBS yang ditutup secara sepihak oleh pemerintah sejak 2017 lalu.
Agung Purnomo, Ketua Komite SBBS mengatakan desakan pembukaan kembali SMA SBBS didasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, dampak dari kebijakan zonasi PPDB, membuat tidak semua siswa lulusan dari 34 SMP di eks Kawedanan Gemolong bisa tertampung di 3 SMA yang ada saat ini.
“Dan SMA yang ada juga lokasinya mencar-mencar jauh. Akhirnya siswa yang jaraknya jauh dari SMA, tidak tertampung. Sementara, di SBBS Gemolong ini ada fasilitas SMA, Sarpras di atas rata-rata, kenapa tidak dimanfaatkan. Padahal faktanya SMA di sini jumlahnya terbatas, output dari 34 SMP tidak semua bisa tertampung,” paparnya kepada wartawan.
Mewakili wali murid dan sekolah SBBS, Agung meminta Komisi E DPRD Provinsi bisa menjembatani aspirasi dan harapan besar akan keberadaan SMA SBBS agar bisa dibuka kembali.
Alasan kedua, persoalan status kepemilikan tanah SBBS sebenarnya tak harus dipandang sebagai sesuatu yang saklek. Sebab menurutnya, Kemendikbud melalui Sekretaris Dirjen sudah memberikan sinyal hijau dan membolehkan SMA SBBS dibuka dengan melalui MoU pinjam pakai antara Pemkab dengan Pemprov Jateng.
Menurutnya, sinyal dari Kemendikbud itu sudah cukup menegaskan bahwa status tanah bisa disiasati dengan MoU terlebih dahulu dan tidak akan menyalahi aturan.
“Tidak hanya kami dari komite, orangtua alumni, guru, Kades, tokoh masyarakat hingga Ketua DPRD Sragen semua sudah mensupport agar SMA SBBS bisa dibuka lagi. Kalau Pak Menteri lewat Dirjen sudah ACC, kenapa sampai sekarang enggak bisa dibuka juga,” terangnya.
Selain itu, Agung memandang pembukaan SMA SBBS juga untuk menghidupkan kembali nilai besar historis SMA SBBS yang selama ini sudah banyak dikenal sebagai sekolah unggulan dan sering mengharumkan nama daerah dan bangsa di kancah internasional.
“SBBS ini sudah dapat nama, MURI saja mencatat. Yang terpenting bagi kami sebagai masyarakat, aset ini dibangun karena dulu ada demand. Sehingga kalau bisa memang harus diselamatkan untuk kemaslahatan masyarakat yang lebih besar,” terangnya.
Salah satu alumni SBBS yang hadir dalam forum itu juga menyayangkan penutupan dan tidak segera dibukanya SBBS. Padahal SBBS Gemolong sudah banyak dikenal sebagai sekolah berprestasi hebat di tataran internasional.
Kades Purworejo, Ngadiyanto juga mensupport dibukanya SMA SBBS karena banyak keluhan warga yang anaknya lulusan SMP dan jaraknya agak jauh, akhirnya tidak tertampung lantaran aturan zonasi.
Menanggapi aspirasi berbagai elemen itu, Wakil Ketua Komisi E, Joko Purnomo memahami dan akan menampung aspirasi tersebut. Pihaknya siap menjembatani kepentingan masyarakat mengingat animo warga dan elemen masyarakat di Gemolong terkait SMA SBBS, dirasanya memang sangat tinggi.
“Nanti aspirasi akan kami bahas di tataran komisi dan dinas terkait,” terangnya. Wardoyo