SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kerusuhan dan konflik di Papua dalam beberapa waktu terakhir, memantik empati dari berbagai elemen di negeri ini.
Salah satunya, di kalangan sekolah SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen. Sebagai wujud empati dan dukungan, sekolah tersebut menggelar agenda bernuansa Papua, yakni deklarasi dan doa bersama untuk Papua serta lomba Senam Sajojo yang dihelat di sekolah setempat, Senin (9/9/2019).
“Lomba senam Sajojo ini untuk memperingati Hari Olah Raga Nasional yang jatuh pada hari ini. Selain itu, juga untuk merangkul teman-teman warga Papua yang saat ini sedang bergolak dengan adanya kasus rasisme mahasiswa itu. Kita menghadirkan Senam Sajojo yang berasal dari Papua. Ini untuk menunjukkan perhatian kita,” papar Kepala SMP Birrul Walidain Muhammadiyah Sragen, Amir kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (9/9/2019).
Amir menguraikan pihaknya merasa prihatin terhadap kejadian yang menimpa mahasiswa Papua di Malang beberapa waktu lalu. Karenanya, SMP Birrul Walidain juga ikut peduli terhadap nasib saudara sebangsa yang ada di Papua melalui agenda Senam Sajojo yang selama ini identik dengan senam khas Bumi Crendrawasih.
Sebelum lomba senam terlebih dahulu diawali dengan semacam deklarasi untuk Papua agar lebih cepat kondusif dan damai.
Doa bersama itu juga sebagai bagin untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa semua adalah satu, Indonesia.
“Tadi kita juga proklamirkan dengan tagline Papua adakah kita, kita adalah satu Indonesia,” urainya.
Lomba senam ini langsung menghadirkan tiga juri asal Papua yang saat ini sedang menimba ilmu di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Ketiga juri itu adalah Aurelia Grace Puriri, Aprilia Raisa dan Laila Sarare.
Senam Sajojo menampilkan masing-masing kelas untuk mewakili dalam lomba. Ada salah satu yang menarik dari kelas IX D. Sebelum mereka senam, terlebih dahulu ada semacam drama yang menggambarkan perseteruan warga.
Kemudian datanglah seseorang untuk mendamaikan mereka yang berseteru sehingga rukun kembali.
Salah satu siswi Kelas IX D SMP Birrul Walidain, Laila Syafa Rahmadani menyampaikan, ide ditampilkannya drama itu merupakan kreatifitas sendiri.
Sebenarnya sekolah hanya meminta untuk lomba senam saja, tidak ada kewajiban untuk menampilkan drama. Laila pun menyampaikan harapan untuk Papua agar lebih cepat kondusif.
“Itu ide kita sendiri. Latihan selama empat hari. Waktunya ya di sela-sela sekolah, waktu hari libur. Ada gerakan-gerakan yang memang gampang. Dengan lomba senam ini harapan kita Papua jadi damai. Tidak ada gejolak lagi,” tutur Laila Syafa Rahmadani. Wardoyo