JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM — Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang terlihat di gedung KPK, Selasa (24/9/2019). Sebelumnya beberapa waktu lalu ia menyatakan mengundurkan diri.
Dalam kemunculannya kali ini, Saut mengumumkan penetapan tersangka terhadap Direktur Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Risyanto Suanda yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT), Senin (23/9/2019) terkait suap kuota impor ikan.
Hadirnya Saut dalam penetapan tersangka itu, memastikan perannya sebagai salah satu dari empat wakil ketua KPK masih berlanjut. Saut bersama empat pemimpin KPK lainnya, terjadwal mengakhiri periode memimpin pemberantasan korupsi sampai 21 Desember mendatang.
Lalu apa yang membuat Saut memilih untuk ‘meralat’ pengunduran dirinya? “Saya masih mencintai Pak Agus (Rahardjo – Ketua KPK). Ya sudah saya balik lagi ke sini (KPK),” ujar Saut kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/9/2019).
Jawaban Saut itu, sebetulnya terlontar dalam bercanda. Namun dengan mimik yang serius. Ia menerangkan, satu-satunya alasan objektif mengapa kembali bergabung ke KPK, hanya tentang surat pengunduran dirinya yang resmi ditolak komisioner yang lain.
Tetapi, ia lebih memilih menceritakan tentang situasi lain yang membuatnya harus menuntaskan masa tugas sampai pungkas. Yaitu, cerita tentang ‘lobi’ dan ‘rayu’ para komisioner lainnya, untuk meminta Saut mengurungkan niat mundur dan tetap bertahan di KPK.
Suatu hari, kata Saut, setelah dirinya menyampaikan surat pengunduran diri, ia sempat pergi ke Yogyakarta. Tiba di Kota Pelajar itu, sejumlah kerabat dan teman-temannya yang menanyakan alasan tentang aksi pengunduran diri itu. Saut tak menceritakan alasan apa yang ia sampaikan kepada teman dan kerabatnya. Hanya, setelah kembali dari Yogyakarta, Saut mengatakan, sempat dihubungi Agus Rahardjo.
“Pak Agus WA (aplikasi kirim pesan) ke saya,” ungkap Saut. Pesan tersebut kata Saut, tentang ajakan Agus untuk bertemu.
Karena masing-masing komisioner tak dibolehkan bertemu di rumah, Saut setuju menemui Agus di warung makan pinggir jalan. Kata Saut, Komisioner KPK Basariah Panjaitan juga ikut dalam pertemuan itu “Di pecel lele. Depan Makam Pahlawan. Saya datang ke sana,” terang Saut.
Tiba ditempat, ia ngobrol dengan Agus dan Basariah. Dalam pembicaraan itu, kata Suat, Agus meyakinkan untuk tetap bersama-sama mengakhiri masa kepemimpinan di KPK sampai masa tugas berakhir.
“Please (tolong) Pak Saut. Jangan mundur dulu. Kita masih punya pekerjaan besar,” ujar Agus seperti ditirukan Saut. Ia menambahkan, Basariah pun meminta yang sama. “Ibu Basariah bilang, ‘saya masih cinta kamu’. Dia (Basariah) bilang begitu,” kata Saut.
Mendengar permohonan dua mitra kerjanya di KPK itu, Saut pun mengaku luluh hati untuk meninggalkan ‘medan’ tugas sebelum berakhir. “Jadi ya itu. Saya balik lagi ke sini. Sudah mulai dari Senin (23/9/2019) kemarin,” ujar dia. Ia mengatakan, sebelum masa tugasnya berakhir, masih ada sejumlah kasus penanganan korupsi, yang bakal ia tuntaskan.
Jumat (13/9/2019) lalu, Saut mengejutkan publik dengan menyatakan diri untuk mundur sebagai komisoner KPK. Pengunduran diri itu, ia sampaikan melalui surat elektronik yang diterima oleh pegawai KPK.
Sebelum mengundurkan diri, Saut sempat melakukan konfrensi pers terkait pelanggaran etika yang dilakukan mantan Direktur Penyidikan KPK Irjen Firli Bahuri yang saat itu sedang dalam proses akhir pemilihan Komisioner KPK 2019-2023 di Komisi III DPR. Namun setelah DPR, pada Jumat (13/9/2019) dini hari resmi memilih Irjen Firli sebagai pengganti Agus untuk periode mendatang, Saut pun menyatakan mundur.
Akan tetapi, pengunduran diri Saut sebagai komisioner KPK, mulai berlaku pada Senin (16/9/2019). Karena itu, ia sempat ikut mendampangi para pemimpin KPK lainnya, saat melayangkan penyerahan mandat dan pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada Jumat (13/9/2019).
Penyerahan itu sebagai bentuk protes KPK atas hasil keterpilihan Irjen Firli yang dianggap pernah melakukan pelanggaran etik, namun dipercaya memimpin KPK 2019-2023. Sekaligus respons KPK atas sikap pemerintah dan dewan, yang bersekongkol menggembosi KPK lewat revisi UU KPK.