SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Misteri kasus korupsi bermodus pungutan liar (Pungli) bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) di Sragen akhirnya mulai terpampang jelas. Sejumlah saksi yang menjadi korban pungli, akhirnya buka suara.
Mereka blak-blakan mengakui bahwa mereka memang ditarik uang setoran oleh dua terdakwa, yakni eks Kasie Alsintan Dinas Pertanian Sragen, Sudaryo dan THL POPT Pemprov Jateng, Setyo Apri Surlitaningsih.
Besaran setoran untuk pelicin bantuan Alsintan yang harusnya diserahkan gratis itu dipatok 10 persen dari harga alat di pasaran. Bahkan untuk traktor jatah Kelompok Tani Jekani Mondokan akhirnya terpaksa dialihkan dijual perorangan ke mantan Kades Kedawung, Ngadimin, lantaran kelompok tak sanggup membayar dana setoran pungli yang dipatok Rp 20 juta.
Fakta itu terungkap ketika sejumlah saksi korban memberikan kesaksian di hadapan persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Semarang pekan lalu.
Empat saksi korban yang dihadirkan di antaranya Komsiatun (Ketua Poktan Jekani), Ngadimin (Mantan kades yang menebus alat traktor Poktan), Tugimin (Poktan) dan Sugiyono.
Di hadapan persidangan, keempatnya sama-sama mengaku memang ditariki dana setoran agar bisa mendapat bantuan Alsintan. Oleh terdakwa, uang pungli itu dibahasakan sebagai uang administrasi.
Untuk memuluskan modus ini, kedua tersangka sedikit menggunakan ancaman. Jika tidak sanggup membayar tebusan atau senggekan, maka bantuan Alsintan akan dialihkan ke kelompok lain.
Nominal setoran ditentukan oleh tersangka Sudaryo, sedangkan Apri bertindak sebagao operator yang menagih uang ke saksi.
“Empat saksi semuanya mengakui kalau memang diminta membayar uang bahasanya untuk administrasi. Tapi dari awal tersangka sudah memberikan kode, kalau ini ada bantuan mesin alsintan, tapi ada administrasinya. Kalau kelompok enggak sanggup mbayar, akan dialihkan ke kelompok lain,” papar Kasie Pidsus Kejari Sragen, Agung Riyadi mewakili Kajari Sragen Syarief Sulaiman kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Selasa (17/9/2019).
Agung yang mengawal persidangan menuturkan para saksi korban juga mengakui memang membayar uang tebusan kepada terdakwa Apri. Dalam sidang juga terungkap bahwa besaran uang tebusan itu dipatok Rp 20 juta untuk mesin yang dibantukan ke kelompok tani.
Namun jika dialihkan ke perorangan dengan bahasan pinjam pakai, maka setoran senggekannya Rp 35 juta.
“Seperti Ngadimi Plempuk juga mengakui membayar Rp 35 juta ke dakwa Apri karena dia perorangan. Tapi sebelumnya, dia sudah pernah kontak ke terdakwa pesan bantuan Alsintan. Nah, karena Poktan Jekani nggak bisa menebus, akhirnya dialihkan ke perorangan atas nama Ngadimin Plempuk itu. Padahal harusnya bantuan Alsintan dari pemerintah ini gratis diberikan ke kelompok tani,” urai Agung.
Tak hanya Komsiatun dan Ngadimin, saksi Tugimin dan Sugiyono juga mengakui hal yang sama. Karena Poktan tak bisa menebus akhirnya oleh terdakwa disiasati dialihkan ke perorangan dengan nominal tebusan lebih tinggi.
Namun administrasi didengkul dan tetap diakukan penerimanya kelompok tani. Agung juga menguraikan di hadapan persidangan, juga terungkap bahwa kelompok tani di Jekani menerima lebih dari sekali bantuan Alsintan.
Bahkan, Poktan itu menerima hampir setiap tahun selama empat tahun terakhir sebelum kasus itu kemudian terbongkar.
Ditambahkan, sidang akan kembali digelar pekan ini dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi-saksi. Wardoyo