UNGARAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus penganiayaan balita hingga tewas di Ungaran beberapa hari lalu akhirnya menguak sisi gelap kehidupan sang tersangka.
Tofa Soleh Saputra (26) alias Topeng tersangka penganiaya balita perempuan berinisial Dev atau DSS (3) hingga tewas itu ternyata adalah pacar kumpul kebo ibu korban Dewi Susanti (23).
Tersangka mengaku baru dikenal sekitar lima bulan lalu. Berdasarkan pengakuan tersangka, awal kekejamannya bermula dari perkenalannga dengan Dewi lewat media sosial facebook.
Dari perkenalan itu, kemudian berlanjut ke hubungan pacaran. Dari beberapa foto yang beredar di media sosial tampak keduanya berpose dengan mesra.
Sekilas orang yang tidak pernah mengenalnya mengira pasangan anak muda yang sedang dilanda kasmaran.
Padahal, Tofa dan Dewi sebenarnya pasangan duda dan janda.
Keduanya sama-sama pernah sekali menikah dan gagal melanjutkan bahtera rumahtangga masing-masing. Dari pasangan m keduanya juga sama-sama dikaruniai dua orang anak.
“Saya duda punya dua anak. Salah satu anak saya tinggal bersama saya, satunya lagi tinggal bersama mantan istri saya,” paparnya kepada wartawan.
Meski hubungan keduanya masih sebatas kekasih, namun keduanya sudah berani tinggal serumah. Di rumah yang kini jadi lokasi perkara penganiyaan dialami korban itu, yakni di lingkungan Rejoso, Kelurahan Pojoksari, Kecamatan Ambarawa.
Kapolres Semarang AKBP Adi Sumirat mengatakan, keduanya tinggal serumah meski belum menikah. Keduanya mulai menempati rumah yang dikontrak itu sejak tanggal 22 September lalu.
“Jadi belum ada sebulan keduanya tinggal serumah. Korban sendiri ikut keduanya baru dua minggu lalu, jadi antara tersangka dengan korban belum begitu saling mengenal,” ujar Kapolres.
Keberadaan tersangka di rumah saat itu karena ibu korban sedang pergi bekerja. Tersangka sendiri sehari-harinya bekerja sebagai sopir truk pocokan, waktunya banyak dihabiskan di rumah.
“Tersangka saat itu dititipi untuk mengasuh korban, sedangkan ibu korban bekerja di pasar. Sampai kemudian terjadi penganiyaan karena tersangka jengkel melihat korban rewel,” jelasnya.
Menurut Kapolres dugaan sementara tindakan penganiyaan yang dilakukan tersangka karena spontanitas, tersangka melampiaskan kejengkelannya dengan menganiaya korban.
Meski demikian petugas masih terus melakukan penyelidikan, tidak menutup kemungkinan ada faktor lain yang membuat tersangka tega menganiaya korban hingga tewas.
“Kasus ini masih kita lakukan penyelidikan lebih lanjut. Kasusnya masih kita kembangkan,” tandas Kapolres.
Atas tindak kejahatan tersebut pria dengan kedua lengan penuh tato ini dijerat melanggar pasal 80 Ayat (3) Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman pidana maksimal selama 15 tahun penjara.
Diberitakan sebelumnya, berdasarkan hasil outopsi tim medis RSU Bhayangkara Semarang korban meninggal akibat mengalami patah leher. Hasil pemeriksaan pada jasad korban juga ditemukan sejumlah luka lebam di bagian lengan dan punggung.
Luka dialami korban, menurut Kapolres AKBP Adi Sumirat saat gelar perkara, akibat penganiyaan dilakukan tersangka di kamar mandi. Korban mengalami beberapa kali penganiyaan. Pertama dipukul menggunakan pergelangan tangan hingga korban terjatuh ke belakangan. Bagian kepalanya mengenai lantai kamar mandi.
Penganiayaan kedua, lanjut Kapolres, saat tubuh korban disabuni tiba-tiba korban berak mengenai lengan tersangka, hingga membuat tersangka emosi. Korban dipukul sekuat tenaga menggunakan tangan terbuka hingga korban kembali terjatuh.
Kepala korban membentur bak, menyebabkan jidat dan pelipis mata kiri korban mengeluarkan darah. Penganiayaan paling fatal, saat tersangka menggendong korban selesai mandi, tangan kiri tersangka menekan tubuh korban dengan kuat, sedangkan tangan kanan menarik kepala korban ke belakang dengan keras hingga patah.
Penganiayaan dilakukan tersangka terhadap korban di kamar mandi pada hari Kamis (10/10/2019) sekitar pukul 11.30 saat memandikan korban. Wardoyo