Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus bergaung seiring pembangunan mega proyek Yogyakarta International Airport. Sejumlah objek wisata tak ketinggalan turut berbenah untuk menyambut pengunjung dari berbagai daerah. Salah satunya Mangrove Jembatan Api-api (MJAA) pasar Kadilangu/ Pasir Mendut, Temon, Kulon Progo,Yogyakarta.
Di luas lahan sekitar 5 hektar, obyek wisata ini berdiri pada 16 Maret 2016 lalu. Dikelola secara mandiri oleh kelompok wisata MJAA dan Desa Jangkaran, Temon,Kulon Progo, DIY hingga saat ini MJAA menjadi salah satu tujuan obyek wisata di Kulon Progo yang cukup mumpuni. Setidaknya menurut Bendahara Kelompok Mangrove Jembatan Api-Api (MJAA) Pasar Kadilangu/ Pasar Mendut, Suprianto , pada hari biasa ada 50-100 pengunjung, sementara hari libur capai 500-1000 orang setiap harinya.
“Di sini selain ada hutan mangrove, juga menyedakan spot selfi yang cukup menarik,”terangnya ditemui JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (21/10).
Tengok saja ada jembatan api-api begitu menyebutnya, jembatan gantung yang terbuat dari bambu dan tali tambang yang menghubungkan sisi satu dengan seberang hutan mangrove dan tambak udang lainnya. Jembatan sepanjang kurang lebih 50 meter ini dapat menjadi wahana uji nyali bagi pengunjung. Butuh keberanian dan sedikit kenekatan untuk menyebrangi jembatan api-api ini, selain mudah terayun-ayun diterpa angin, tali temali yang merangkainya mampu membuat jantung berdebar-debar saking meliuk-liuk. Inginnya segera sampai ke seberang. Selain itu ada pula spot dari aneka bambu yang membentuk menara serta gardu pandang yang cukup tinggi sehingga dapat menikmati keindahan alam sekitar mangrove, termasuk Pantai Congot Kulon Progo serta pesawat landing di Yogyakarta International Airport sisi sebelah timur MJAA.
“Total spot kreasi ada 15 unit yang bisa dinikmati pengunjung.Namun di sini pengunjung juga dapat mempelajari cara menanam, budidaya mangrove. Ada tour guide setiap minggunya yang akan menjelaskan kepada para tamu tentang mangrove,”kata Suprianto.
Buka setiap hari dengan jam operasional mulai pukul 06.00- 19.00WIB, papar Suprianto , awalnya objek wisata ini adalah lahan tambak udang. Kemudian ada pendampingan dari instasi pendidikan terkait mangrove dari sisi pembibitan, perawatan, pengembangan, budidaya hingga menjadi obyek wisata sebagai pendamping tambak udang.
‘Jadi ini dikelola desa, namun 80 persen kembali ke kelompok wisata di sini untuk perawatan dan operasional sehari-hari, juga bayar tukang untuk teknis mengecek keamanan dan kekuatan spot-spot foto yang kami sediakan,”tuturnya.
Kendati masih sebagian besar pengunjung adalah wisawatan lokal, namun wisatawan mancanegara tak ketinggalan datang kemari, ada dari Australia, Amerika, Korea. Mereka biasanya melakukan study banding.
Mengenal wisata mangrove ini pula, memberi kesadaran bahwa kegunaan mangrove sangat besar, mulai dari menahan angin, mencegah abrasi, menjadi biota kehidupan air,bahkan buah yang dihasilkan dapat menjadi bahan baku sirup. # Kiki Dian