JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Vonis bebas yang diterima mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam kasus suap PLTU Riau-1, kebetulan bersamaan dengan upaya-upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara regulatif dan terstruktur.
Terkait bebasnya mantan Bos PLN tersebut, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengaku kecewa.
Dia menilai, bebasnya Sofyan Basir merupakan bentuk lain dari pelemahan KPK.
“Insitusinya sudah dilemahkan dan saat ini terdakwa-terdakwa kasus korupsi juga diberikan keringanan hukuman atau dalam konteks hari ini (Sofyan Basir) dibebaskan dalam persidangan,” kata Kurnia di kantornya, Senin (4/11/2019)
Kurnia mengaku heran dengan vonis bebas itu. Padahal, kata dia, nama Sofyan Basir sebelumnya sering disebut dalam beberapa persidangan dengan terdakwa lain dalam kasus suap PLTU Riau-1.
Dia meyakini bukti yang dibawa oleh KPK ke persidangan sudah solid.
“Maka kami dorong agar jaksa KPK sesegera mungkin lakukan upaya hukum kasasi ke MA,” kata dia.
Kurnia lantas menyoroti keberpihakan lembaga peradilan dalam membantu kinerja KPK akhir-akhir ini.
Salah satu contohnya, putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana korupsi perizinan Reklamasi Teluk Jakarta M. Sanusi.
Hukuman mantan anggota DPRD DKI Jakarta itu dikurangi dari 10 menjadi 7 tahun penjara. Hari ini, ditambah dengan putusan bebas untuk Sofyan Basir oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
“Bentuk pelemahan KPK hari ini benar-benar terjadi secara terstruktur dan sistematis,” kata Kurnia.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Sofyan tak terbukti membantu mantan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima uang suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo. Hakim menyatakan Sofyan harus dibebaskan dari segala dakwaan.
“Maka terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan,” kata Ketua Majelis Hakim Hariono saat membacakan amar putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/11/2019).
Dalam kasus ini, jaksa KPK menuntut Sofyan dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Sofyan terbukti membantu terjadinya suap dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Mantan Dirut BRI ini memfasilitasi kesepakatan proyek hingga mengetahui adanya pemberian uang.
Adapun transaksi suap tersebut berupa pemberian uang Rp 4,7 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Uang tersebut berasal dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku penggarap proyek.
Menurut jaksa, Sofyan Basir memfasilitasi pertemuan antara Eni, Idrus, dan Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited dengan jajaran direksi PT PLN.
Hal itu untuk mempercepat proses kesepakatan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.