JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pidato Rektor Universitas Pertahanan Letnan Jenderal Tri Legionosuko yang mengatasnamakan Menhan Prabowo Subianto soal PKI menuai polemik.
Terkait dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pidato tersebut tak mendapat konfirmasi dan izin untuk mengatasnamakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Pidato itu menuai polemik lantaran menyebut dugaan bahwa komunis dan gerakan komunisme masih eksis di Indonesia.
“Setelah kami cek, naskah pidato tersebut tidak ada konfirmasi dan tidak ada persetujuan dan tidak diberikan kewenangan mengatasnamakan Menhan,” kata Dasco melalui pesan suara, Ahad, 24 November 2019.
Dasco mengatakan, Prabowo tidak hadir dalam acara bedah buku “PKI Dalang dan Pelaku G30S 1965” di kantor Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta, Sabtu (23/11/2019) itu.
Dasco pun menolak isi pidato tersebut dianggap sebagai pernyataan dari ketua umumnya itu.
“Isi pidato ini kami anggap sebagai pribadi rektor Universitas Pertahanan,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini.
Hingga saat ini, Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antarlembaga, Dahnil Anzar Simanjuntak belum merespons permintaan tanggapan dari Tempo.
Dalam teks pidato yang dibacakan Legionosuko itu, terlontar bahwa runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis terbesar tak meruntuhkan komunisme. Negara-negara yang menganut ideologi komunis hingga kini masih eksis, seperti Cina dan Kuba.
Maka dari itu, masyarakat diminta untuk waspada terhadap bahaya laten komunisme. Selain itu guru sejarah pun diminta untuk mengajarkan kekejaman anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) kepada para siswa.
Isi pidato ini menuai kritik dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan. Kepala Biro Pemantauan dan Penelitian Kontras Rivanlee Anandar menilai pernyataan itu berbahaya jika sampai dimaknai sebagai komando oleh para pendukung Prabowo di akar rumput.
“Saya takut publik terutama yang bersimpati kepada Prabowo akan menganggap itu sebagai garis komando. Ini jelas berdampak pada kehidupan di grassroot,” kata Rivanlee kepada Tempo, Minggu (24/11/2019).