JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Anda suka menulis? Jika iya, maka berbahagialah, karena sebenarnya anda memiliki sebuah metode pemulihan yang efektif dari stres dan kecemasan.
Melansir dari situs Positive Psychology, menulis memang memiliki salah satu manfaat sebagai metode pemulihan.
Menurut Pusat Medis Universitas Rochester, ketika Anda memiliki masalah dan sedang stres, menulis dapat membantu untuk mengidentifikasi penyebab stres atau kecemasan itu.
Pada gilirannya, ini pun bisa menyelesaikan masalah.
“Karena setelah menulis, Anda bisa mengidentifikasi rasa stres sehingga dapat bekerja dan berencana untuk menyelesaikan masalah dan mengurangi stres itu,” kata kepala Pusat Medis Universitas Rochester L Renee Watson.
Jika Anda tertarik untuk menerapkan aktivitas menulis sebagai bentuk pemulihan, Watson pun membagikan tiga tipsnya.
Pertama, cobalah untuk mulai dengan menulis setiap hari.
“Sisihkan beberapa menit setiap hari untuk menulis. Ini akan membantu Anda menulis dalam jurnal secara lebih teratur,” jelasnya.
Menulis juga bisa dilakukan oleh siapapun dan dengan metode apapun. Misalnya anak-anak hingga orang dewasa dapat menulis dengan pulpen dan kertas.
“Saat sedang berpergian dan lupa membawa keduanya (pulpen dan kertas), Anda bisa menuangkan apa yang ada dalam pikiran melalui gawai atau komputer,” ungkapnya.
Dari segi tulisan, biarkan seluruhnya mengalir tanpa memikirkan salah dan benarnya. Sebab, jurnal Anda tidak perlu mengikuti struktur tertentu. Lagipula ini adalah tempat pribadi untuk mendiskusikan apa pun yang Anda inginkan.
“Jadi jangan khawatir tentang kesalahan pengejaan atau apa yang dipikirkan orang lain,” katanya.
Salah satu contoh menulis sebagai metode pemulihan adalah kisah penulis cerita Layangan Putus.
Kisah yang pertama kali dipublikasikan oleh sebuah akun Facebook bernama Mommi ASF, bercerita tentang hidupnya yang ibarat layangan putus setelah berpisah dengan suami.
Si penulis menjelaskan bahwa dirinya sejak SMA memang senang untuk menulis. Saat mengalami berbagai masalah rumah tangga dan kehidupan ia mengaku keluar dari berbagai akun media sosial dia.
“Marah, benci, sedih membuatku anti sosial. Ku kambinghitamkan rasa hancurku pada sosial media. Membuka nya membuatku berduka. Tentu murka ku tak berdampak apa apa pada jejaring sosial yang kutinggalkan,” kata penulis yang sempat tidak melanjutkan hobinya menulis saat marah.
Pada suatu hari, ia pun dipertemukan dengan sahabt literasi.
“Allah Sang Maha Baik, mempertemukan aku dengan sahabat literasi. Seorang ibu yang menyarankanku untuk kembali menulis. Melampiaskan isi hati dan suka duka melalui aksara. ‘Writing is healing,’ sarannya.”
Penulis layangan putus itu pun akhirnya kembali menulis.
“Cukup mengobati luka. Semoga, goresan tinta berikutnya mampu memberi energi positif bagi ku dan mengembalikan ketenangan. Jujur, ini bagai dendam yang tertunaikan,” tulisanya.