Beranda Edukasi Pendidikan Dulu Ngamen Terciduk Satpol PP, Kini Wisudawan Terbaik Unair

Dulu Ngamen Terciduk Satpol PP, Kini Wisudawan Terbaik Unair

ilustrasi / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Orang-orang yang berhasil dalam studi, tidak selamanya berasal dari keluarga berkecukupan.

Cukup banyak contoh, para mahasiswa berprestasi justru berasal dari keluarga yang pas-pasan. Salah satu contohnya adalah Noviana.

Ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Menurut sarjana hukum itu, sehari setelah diwisuda pada 6 September 2019, mantan Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono (Bambang DH) meneleponnya.

Bambang, kini salah satu Ketua DPP PDI Perjuangan, menanyakan apa rencana Noviana setelah lulus. Noviana pun menjawab belum punya rencana.

“Bapak (Bambang DH) bilang, ‘sudah kamu daftar S-2 saja, soal sponsor gampang’. Akhirnya saya daftar S-2 di Unair mengambil Jurusan Ilmu Hukum lagi, tanggal 23 Januari ini pengukuhan,” kata perempuan 25 tahun itu saat ditemui di rumahnya di gang sempit, Jalan Pumpungan I / 7C Surabaya, Sabtu (18/1/2020).

Selain Bambang, mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta serta Direktur Administrasi dan Sumber Daya Manusia PT Pembangunan Jaya Ancol, Haryanto Badjuri, bersedia jadi bapak angkatnya.

Menurut Noviana, ia sebelumnya tak kenal dengan Haryanto.

Namun karena saat wisuda ia banyak diliput media, Haryanto menghubungi dan bersedia menjadi sponsornya.

“Pak Haryanto mengatakah, ‘Novi tugas kamu hanya sekolah sampai capek, jangan memikirkan biaya’,” kata nomor empat dari delapan bersaudara, anak pasangan Sutrisno dan Karyatiningsih itu.

Perkenalan Noviana dengan Bambang DH boleh dibilang tak sengaja. Ketika itu, 2007, Noviana yang baru masuk ke SMP 23 Surabaya diciduk oleh Polisi Pamong Praja Kota Surabaya saat mengamen bersama kakak perempuannya di perempatan Kebun Bibit.

Mengamen dilakukan Noviana bersama empat kakaknya untuk membantu perekonomian keluarga yang memang serba-kekurangan. Ditambah lagi becak untuk mencari nafkah ayahnya dicuri orang.

Oleh Satpol PP, Noviana dan kakaknya dibawa ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos), tempat yang disediakan Pemkot Surabaya untuk menampung pengamen dan gelandangan yang tertangkap.

Malam harinya, kata Noviana, Bambang DH datang dan mengajaknya berbincang-bincang. Noviana tak tahu bahwa pejabat yang mengajaknya bicara itu wali kota.

“Saya ditanya, bagaimana caranya supaya kamu tak balik ke jalan? Saya jawab, beri ayah saya pekerjaan tetap,” ucapnya.

Tak lama berselang, kata Noviana, datang utusan Bambang DH dan menawari Sutrisno pekerjaan sebagai penjaga kantor badan usaha milik daerah.

Pekerjaan itu sedikit membantu ekonomi Sutrisno. Saat masih mengayuh becak, Sutrisno sering tidur di atas becaknya di tepi jalan.

Kepada istri dan anaknya, ia beralasan tak tidur di rumah supaya kalau ada penumpang tinggal membangunkan saja.

“Tapi sebenarnya saya tidur di becak itu karena rumah terlalu sempit, tak cukup untuk tidur anak-anak dan ibunya,” kata Sutrisno.

Noviana berujar, saat itu ia dan saudara-saudaranya tidur beralaskan kardus bekas karena lantai rumahnya masih tanah.

Berencana kuliah di Universitas Negeri Surabaya demi mewujudkan impiannya menjadi guru matematika, niat itu berubah saat Noviana disarankan oleh Isa Ansori, aktivis pendamping anak jalanan, agar ia mengambil jurusan ilmu hukum di Unair. Semula ia berat hati.

“Karena hukum dan politik itu, menurut pandangan saya saat masih ngamen di jalanan, hanya alat untuk menindas orang miskin,” katanya.

Namun toh akhirnya Noviana mendaftar ke Fakultas Hukum Unair pada 2015 dan diterima. Prestasi akademiknya yang bagus membuat Noviana mendapat bea siswa dari perusahaan pakan ternak, Charoen Pophand Indonesia Rp 5 juta per semester. Pada semester lima, saat diadakan peminatan jurusan, Noviana mengambil ilmu hukum pemerintahan.

Dan akhirnya melalui tugas akhir berjudul Pengadaan Barang atau Jasa pada Badan Layanan Umum membuat Noviana meraih Indeks Prestasi Kumulatif 3,94 dan ditetapkan sebagai wisudawan terbaik.

“Sekarang, setelah ada kesempatan melanjutkan S-2 bahkan S-3, saya baru berani mimpi menjadi hakim,” ujarnya.

www.tempo.co