Beranda Umum Nasional Fatwa MA Terkait PAW Caleg PDIP Harun Masiku Dinilai Janggal

Fatwa MA Terkait PAW Caleg PDIP Harun Masiku Dinilai Janggal

Saeful saat keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan pada Jumat (10/1/2020) dini hari / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM
Fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait dengan pergantian antar waktu (PAW) Caleg PDIP dinilai tidak independen. Fatwa tersebut berkaitan dengan kasus suap Komisioner KPU, Wahyu Setiawannyang melibatkan Caleg PDIP Harun Masiku.

Hal itu dikatakan oleh pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad.

Fatwa MA tersebut berisi perintah agar KPU menyimak “Pertimbangan Hukum” dalam putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019 halaman 66-67, yang antara lain berbunyi; “Penetapan suara calon legislatif yang meninggal dunia, kewenangannya diserahkan kepada pimpinan partai politik untuk diberikan kepada calon legislatif yang dinilai terbaik”.

Fatwa ini dikeluarkan MA atas permohonan PDIP yang bersikukuh mengalihkan suara Nazarudin Kiemas, caleg PDIP yang meninggal, kepada Harun Masiku.

Sementara KPU tetap menetapkan calon lain yakni Riezky Aprilia selaku pemilik suara terbanyak kedua setelah Nazarudin. 

“Ya, saya kira melihat fatwa ini memang sesuatu yang tidak bisa kita pungkiri bahwa MA tidak sepenuhnya independen,” ujar Suparji saat ditemui Tempo di bilangan Menteng, Jakarta, Sabtu (11/1/2020).

Menurut Suparji, MA tak seharusnya mengeluarkan pendapat hakim dalam putusan dan fatwa yang bertentangan dengan Peraturan KPU yang berlaku.

Aturannya jelas, menetapkan calon berdasarkan sistem proporsional terbuka dimana pemenang pemilu ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

“Ini fatwanya kan malah bertentangan dengan KPU dan menyerahkan mekanisme PAW kepada partai. Kalau itu yang dibangun, maka yang ditimbulkan oligarki dan tirani partai yang mengabaikan hak-hak rakyat. Fatwa MA itu menurut saya sesuatu yang kurang tepat,” ujar Suparji.

Fatwa ini juga dinilai janggal karena undang-undang sudah jelas memberikan hak kepada pemilik suara terbanyak.

“Tapi MA mengeluarkan fatwa harus dilakukan sepenuhnya parpol. Itu kan tidak tepat,” ujar dia.

“Jadi hal ini juga harus dijelaskan supaya clear. KPK harus memanggil semua pihak terkait untuk mendapatkan keterangan,” lanjut Suparji.

www.tempo.co