SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemkab Sragen melalui Satgas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyayangkan masih bobolnya imbauan social distancing dengan adanya gelaran hajatan campursari di Desa Gemantar, Kecamatan Mondokan, Sragen beberapa hari lalu.
Tak hanya adanya perkumpulan warga, gelaran campursari di hajatan yang berujung insiden kekerasan penganiayaan dua korban itu, juga sangat disesalkan Pemkab.
“Kami selaku Ketua Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 sangat-sangat menyayangkan. Dalam keadaan seperti ini yang sudah diimbau tidak menggelar pertemuan dan hajatan untuk menekan penyebaran corona, masih nekat ada yang menggelar hajatan campursari dan ada insiden lagi,” papar Ketua Satgas sekaligus Sekda Sragen, Tatag Prabawanto kepada wartawan, Jumat (27/3/2020).
Ia juga menyesalkan ketidaktegasan dan antisipasi di wilayah setempat sehingga ajang campursari masih bisa lolos sampai malam hari.
Padahal berbagai imbauan dari Maklumat Kapolri, edaran dari Pemkab melalui gugus Satgas penanganan covid-19 untuk meniadakan pesta hajatan yang berpotensi mengumpulkan orang, sudah jauh-jauh hari disampaikan.
“Kenapa masih ada campursari padahal sudah ada imbauan maklumat Kapolri. Sudah ada edaran dari Pemkab juga selaku Ketua Gugus Covid. Seharunsya masyarakat ikut berpartisipasi. Segala sesuatu yang semuanya tidak tampak di mata. Kalau nanti di daerah situ ada yang terpapar corona kan sangat disayangkan. Ini semua berjaga-jaga untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan yang lain,” tegas Sekda.
Terkait insiden dua pemuda anggota perguruan silat PSHT yang jadi korban penganiayaan di campursari itu, Tatag juga menyesalkan.
Menurutnya perbuatan pendekar yang menganiaya entah pendekar dari sesama perguruan atau anggota perguruan lain, itu adalah perbuatan yang sangat merendahkan dirinya dan pergurannya sendiri.
“Dalam keadaan seperti ini seharusnya mereka bersatu. Minimal seperguruan silat dan syukur semua perguruan. Karena hakekatnya semua perguruan ingin menjunjung nama baik masing-masing perguruan. Perbuatan-perbuatan seperti itu seharusnya tidak perlu dilakukan,” tandasnya.
Pernyataan itu dilontarkan menyusul insiden campursari di Gemantar itu yang akhirnya berujung kekerasan.
Dua orang pemuda warga perguruan silat persaudaraan setia hati terate (PSHT) menjadi korban penganiayaan di Dukuh Kenteng, Desa Gemantar, Kecamatan Mondokan, Sragen.
Dua korban masing-masing Nanda Febriyanto (19) asal Dukuh Kukunrejo RT 21, Gemantar, Mondokan dan Ribut Setiawan Prayogo (29), asal Dukuh Cranggang RT 25 Gemantar, Mondokan itu mengaku dianiaya saat sedang njoget di acara campursari hajatan salah satu warga di desanya.
Korban dipukul dan dilempar benda keras hingga mengalami luka sobek dan mengucurkan darah. Keduanya bahkan sempat dibawa ke Puskesmas dan dirawat ke klinik setempat.
Kasus itu terungkap ketika keduanya melapor ke Polsek Mondokan Selasa (24/3/2020) dinihari sesaat usai kejadian. Berdasarkan keterangan Ribut, insiden penganiayaan itu bermula ketika dirinya datang di acara campursari hajatan warga di Dukuh Kenteng.
Dia malam itu datang bersama beberapa rekannya. Meski sudah ada imbauan untuk tidak menggelar pesta hajatan, acara malam itu tetap berjalan.
Saat hiburan campursari dimulai, ia dan temannya kemudian ikut njoget bergabung dengan penjoget-penjoget lain di depan panggung. Sesaat kemudian, dia langsung didatangi oleh seseorang berinisial L yang tanpa basa-basi kemudian memukul wajahnya.
“Waktu itu saya sama teman-teman ikut njoget. Belum habis satu lagi, nggak ada apa-apa tiba-tiba saya dipukul oleh L. Dipukul pakai tangan kosong, dua kali kena pelupuk mata saya sampai sobek dan keluar banyak darah,” papar Ribut saat di Polsek Mondokan.
Ribut mengaku tak sempat melawan karena dua pukulan itu membuat pelupuk matanya mengucur banyak darah. Karena darah terus keluar, dia kemudian diamankan oleh temannya dan diantar ke Puskesmas Mondokan.
“Setelah dari Puskesmas, saya diantar lapor ke Polsek lalu habis lapor siangnya dirawat ke klinik karena darahnya masih keluar terus,” tuturnya.
Dia mengaku mengenali pelaku yang memukulinya. Pelakunya adalah satu orang dan juga warga Mondokan. Ia juga kaget karena merasa tak pernah punya masalah dengan pelaku.
“Harapannya ya diproses hukum dan pelaku supaya cepat tertangkap,” lanjutnya.
Selain Ribut, insiden keributan malam itu juga membuat temannya, Nanda (19) turut jadi korban. Ia yang mencoba melerai saat Ribut dipukuli, justru kena timpuk benda keras yang dilempar ke arah dahinya.
Sama seperti Ribut, ia juga sempat kehilangan banyak darah lantaran dahinya sobek dan terpaksa mendapat lima jahitan. Ia tak tahu benda yang dilempar dan siapa pelemparnya.
Namun yang jelas dia merasa benda itu keras dan semacam batangan besi.
“Waktu itu saya juga njoget posisinya di belakang Mas Ribut. Saya mencoba melerai tapi malah ada lemparan seperti besi kena dahi saya. Sempat dibawa ke Puskesmas dijahit lima dan banyak keluar darah,” tuturnya.
Kedua korban menambahkan situasi saat kejadian sangat ramai karena banyak warga dan pemuda yang berjoget. Setelah insiden penganiayan berdarah itu, acara campursari kemudian baru dihentikan.
Kedua korban kembali mendatangi ke Mapolsek Mondokan, Kamis (26/3/2020) siang ini dengan didampingi biro hukum atau kuasa hukum perwakilan dari PSHT Cabang Sragen, Henry Sukoco.
Di Mapolsek, mereka diterima oleh Kapolsek Mondokan, AKP Sudira dan Kanit Reskrim bersama Kanit SPK. Henry menuturkan kedatangannya bersama korban intinya untuk menanyakan kelanjutan penanganan kasus itu dan mendesak agar segera diproses serta diusut tuntas.
“Bagaimanapun mereka adalah warga kami (PSHT) dan terlepas siapa pelakunya, yang jelas ini mereka adalah korban tindak pidana penganiayaan. Maka dari itu solidaritas dari PSHT Cabang, kami akan mendampingi dan mengawal kasus ini. Harapannya pelaku segera diusut dan ditangkap serta diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya. Wardoyo