Beranda Umum Nasional Virus Corona Diprediksi Mencapai Klimaks Akhir Maret

Virus Corona Diprediksi Mencapai Klimaks Akhir Maret

Petugas melakukan penyemprotan cairan disinfektan diseluruh wilayah Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu, 18 Maret 2020. Penyemprotan tersebut dilakukan guna mengantisipasi penyebaran virus corona atau Covid 19 terhadap para penumpang pesawat / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM  – 
Persebaran virus corona di Indonesia diperkirakan akan terjadi pada akhir Maret 2020, dan akan berakhir pertengahan April.

Hal itu dikatakan oleh peneliti Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung, Nuning Nuraini.

Perkiraan ini merupakan hasil perhitungan data dan simulasi dengan pendekatan model matematika.

Hasil penelitian Nuning bersama koleganya, Kamal Khairuin dan Mochamad Apri ini tertuang dalam artikel yang dipublikasikan di portal E-Prints ITB pada Ahad, 15 Maret 2020.

Nuning mengatakan model penghitungan yang digunakan ini masih sederhana.

“Saya mikirnya sebagai orang matematika, yang bisa kami baca hanya fenomena yang ada di masyarakat data akumulasi,” kata Nuning kepada wartawan Tempo Anwar Siswadi, Senin (18/3/2020).

Dalam penghitungannya, Nuning menggunakan model Kurva Richard (Richard’s Curve) untuk mensimulasi ekspektasi jumlah Covid-19 di Indonesia.

Nuning membandingkan Kurva Richard Indonesia dengan Cina, Italia, Iran, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.

Berdasarkan simulasi ini, diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata dari jumlah kuadrat kesalahan (RMSE) model Korea Selatan adalah yang relatif mirip dengan Indonesia. Dengan perhitungan ini, diperoleh prediksi jumlah kasus akan meningkat hingga mencapai angka 8 ribu kasus.

Jumlah kasus baru harian diperkirakan akan meningkat hingga akhir Maret dengan jumlah kasus terbesar mencapai 600. Nuning dkk juga memperkirakan penyebaran virus corona akan berakhir pertengahan April 2020.

“Bisa dibayangkan bila langkah pencegahan ini tidak dilakukan secara serius, maka kasus bisa berlipat dalam puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan penderita,” demikian tertulis dalam artikel.

Meski begitu, para peneliti menggarisbawahi bahwa hasil ini diperoleh dari parameter model Korea Selatan. Padahal, Korea Selatan dipandang cukup berhasil menjalankan pencegahan pandemi corona.

Korea juga melakukan pengetesan masif terhadap warganya. Merujuk situs ourworldindata.org, ada 5 ribu orang yang dites dari setiap 1 juta orang di Korea Selatan. Data per 9 Maret di situs worldmeters.info menyebut Korea Selatan sudah melakukan 210.144 tes.

Para peneliti juga menyatakan perhitungan itu masih sederhana dan belum belum sempurna. Namun pada intinya, mereka menekankan bahwa jumlah kasus sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan.

Secara spesifik, para peneliti berharap kurva yang dihasilkan tidak lancip dan tinggi. Sebab jika demikian, rumah sakit akan kewalahan menerima pasien dan peluang transmisi penyakit menjadi lebih besar. Namun sebaliknya, jika kurvanya rendah, rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnnya dapat menampung pasien.

Nuning dkk juga menganjurkan agar pembatasan sosial (social distancing) benar-benar dilakukan dengan disiplin.

“Mungkin tidak nyaman, namun itu sepadan dengan risiko yang akan kita hadapi bila mengabaikannya,” tulis para peneliti.

Dalam wawancara dengan wartawan Tempo Anwar Siswadi, Nuning mengatakan dengan data saat ini Indonesia sudah tidak cocok menggunakan model Korea Selatan. Kata dia, kurva Indonesia lebih mendekati Amerika Serikat.

“Sedang diusahakan untuk di-update. Kami bisa memilih model kajian dan data berbeda dengan hasil yang akan beda,” ujar dia.

Menurut keterangan juru bicara penanganan corona, Achmad Yurianto, per kemarin tercatat ada 227 kasus di Indonesia, 19 orang meninggal, dan 11 orang sembuh.

www.tempo.co