Hadapi Pandemi Covid-19, Asia akan Lebih Berkembang Karena Faktor Kultur dan Sosial Ketimbang Barat

    JAKARTA (JOGLOSEMARNEWS.COM )-Kawasan Asia diperkirakan akan jauh lebih berkembang dibanding kawasan negara lain pasca pandemi Covid-19. Hal itu bisa dilihat dari kondisi saat ini di mana saat ini sejumlah negara di Asia sudah mulai membuka kebijakan lockdown, sementara di kawasan lain masih berjibaku dengan corona.

                    Demikian diungkapkan oleh pakar marketing sekaligus Founder and Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya dalam talkshow Productivity Talk dengan tema Surviving COVID-19, Preparing the Post yang digelar Senin (4/5/2020). Talkshow online lewat aplikasi Zoom yang dilakukan bersama David Sehyeon Baek sebagai host tersebut berlangsung Live dari Tokyo melalui kanal Youtube Asian Productivity Organization (APO) sebagai penyelenggara acara.

                    Pandemi Covid-19 memang bermula bermula dari Asia dan menjadi global menyebar ke Barat, mulai dari Eropa sampai Amerika. Bahkan beberapa negara Barat memiliki tingkat kematian lebih tinggi dibanding Asia. Namun negara-negara Asia kini mulai membuka isolasi seperti Cina, Korea Selatan, Malsyaia dan lainnya. Sedangkan di Barat masih berjibaku dengan COVID-19.

                    Hermawan mengutarakan di saat pandemi ini terlihat sekali perbedaan antara Asia dan Barat. “Terutama dari segi penanganan COVID-19. Walau Asia terkena lebih dulu, namun Asia belajar banyak dari Barat. Belajar saja, tapi tetap dengan cara sendiri dan tidak mengikuti cara Barat. Selain itu negara Asia lebih punya leadership,” ungkap Hermawan.

                    Ia mencontohkan, Indonesia yang belajar dari negara-negara Barat dalam penanganan COVID-19, namun tetap dengan metodenya sendiri. Pemerintah Joko Widodo dianggap dianggap berhati-hati karena tidak memiliki power besar seperti halnya Amerika Serikat. Termasuk alokasi anggaran untuk menghasilkan berbagai relaksasi. “Belajar boleh tapi bukan berarti mengikuti,” tegas Hermawan.

    Kultur dan Sosial

    Dikatakan Hermawan, faktor penting lain lagi adalah kultur sosial, di mana Asia dianggap lebih memilikinya dibanding Barat yang cenderung individualis. Ini pula yang membuat Barat lebih baik dari segi manajerial. Namun ketika bicara leadership, Asia lebih unggul karena faktor kultur dan sosial tersebut. Dengan faktor itu, masyarakat Asia cenderung lebih berbaur secara sosial sehingga dari situ muncul komunitas yang tentunya membutuhkan leadership.

                    “Saya yakin setelah COVID-19 ini Asia akan berkembang lebih baik ketimbang Barat. Asia Tenggara bisa menjadi contoh karena selain potensi ekonomi yang besar, wilayah ini minim konflik. Selain China, Korea Selatan, dan Jepang, India juga diprediksi akan sangat berkembang karena kultur dan sosial yang kuat. Bahkan Bangladesh sekalipun,” kata Hermawan.

                    Dalam talkshow tersebut, Hermawan juga melihat bahwa beberapa brand dari Asia kini sudah mengglobal dan patut diperhitungkan. Ia mengomentari pertanyaan yang masuk dari peserta talkshow asal Asia terutama Jepang yang menganggap brand-brand Jepang kesulitan bersaing secara global.

                    “Justru sebaliknya. Lihat Toyota dan Sony betapa besarnya mereka di dunia. Selain Jepang, kultur pop Korea Selatan juga sudah merambah dunia bahkan Amerika Serikat sekalipun. Budaya Namaste dari India juga menjadi populer saat COVID-19 karena larangan kontak langsung bersalaman. Yakinlah Asia itu sudah berkembang jauh. Dari sisi produktivitasnya juga Asia kini dikenal lebih baik,” jawab Hermawan.

    Selain itu Hermawan juga menanggapi pertanyaan peserta dari Malaysia yang melihat tren akuisisi. Ia menilai akusisi akan membesar. Namun itu pun harus melihat akuisisi seperti apa yang dilakukan. Hermawan menyarankan untuk mengakuisisi perusahaan yang memiliki DNA dan visi yang sama dengan perusahaan induk.

    Jangan sampai mengakuisisi perusahaan yang sedang sulit karena COVID-19 namun tak sejalan dengan DNA perusahaan. Ini kembali lagi ke kultur dan sosial, akuisisi harus didasarkan juga pada kesamaan kultur yang sejalan. “Kalau sudah bicara kultur dan sosial, kita akan bicara lebih dari itu, yaitu humanity. Company yang menggunakan humanity-nya akan jauh lebih berkembang. Asia punya modal itu,” tutup Hermawan.(ASA)