SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus salah sasaran pendataan bantuan sosial tunai (BST) di Kabupaten Sragen kembali mencuat. Sejumlah kerabat perangkat desa ditemukan masuk sebagai penerima BST sebesar Rp 600.000 yang saat ini mulai dicairkan itu.
Temuan itu terjadi di Desa Jirapan, Kecamatan Masaran dan Desa Wonorejo, Kecamatan Kalijambe. Di Desa Jirapan, ada orangtua perangkat desa yang masuk sebagai penerima BST.
Meski sudah pisah kepala keluarga (KK) dengan anaknya yang jadi perangkat dan kondisinya kurang mampu, yang bersangkutan dengan legawa meminta mundur.
“Iya, tadi ada dari Desa Jirapan, Masaran. Ada perangkat desa yang masih muda. Bapaknya yang sudah pisah KK, termasuk miskin dan menerima BST, tapi akhirnya dikembalikan. Walaupun secara kondisi sebenarnya layak dan berhak, tapi karena ada anaknya yang jadi perangkat desa, yang bersangkutan lebih pilih mengembalikan karena malu dan takut dianggap KKN (korupsi kolusi nepotisme),” papar Kadinsos Sragen, Joko Saryono didampingi Kabid Perlindungan Jaminan Sosial, Finuril Hidayati, Sabtu (16/5/2020).
Finuril mengapresiasi sikap legawa dari sang perangkat desa di Jirapan dan orangtuanya untuk mundur karena takut dianggap KKN.
Ia berharap kesadaran masyarakat dan budaya malu jika merasa sudah mampu, bisa mengundurkan diri dari penerima bantuan. Sebab aturan dari Kemensos dan KPK sudah jelas, bahwa syarat utama penerima bantuan adalah tidak mampu.
Kasus bantuan BST nyasar ke perangkat desa juga terjadi di Desa Wonorejo, Kalijambe. Istri salah satu Kasi di desa ini tercatat sebagai penerima BST.
Dikonfirmasi, Kades Wonorejo, Edi Subagyo membenarkan memang ada istri salah satu perangkatnya yang masuk daftar penerima BST. Ia menceritakan awalnya pihaknya juga tidak mengetahui.
Setelah data turun, kemudian diturunkan ke Kadus untuk dilakukan verifikasi. Setelah diverifikasi, baru diketahui ada istri perangkat yang masuk BST dan akhirnya dicoret.
“Akhirnya kami coret karena suaminya kan sudah perangkat desa, sudah dapat honor dari ADD. Bahkan rencananya juga akan mendapat gaji 13. Nak mau kan kebangetan, tapi Alhamdulillah yang bersangkutan legawa dan menerima,” terangnya.
Ia juga berharap kesalahan pendataan itu bisa menjadi koreksi dan masukan bagi pemerintah pusat dalam hal validasi data terkait program bantuan.
Pasalnya selama ini terkadang data langsung turun dari pusat tanpa melalui usulan desa. Sehingga ketika turun dan ada yang tidak sesuai, akhirnya memicu gejolak.
“Mudah-mudahan bisa menjadi koreksi bagi semua pihak,” tukasnya. Wardoyo