SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dinas Pertanian Sragen akhirnya angkat bicara soal fenomena setrum jebakan tikus yang dipasang di areal persawahan oleh petani.
Hasil pendataan, ranjau jebakan tikus beraliran listrik itu terdeteksi ada di delapan kecamatan. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, Ekarini Mumpuni Titi Lestari kepada JOGLOSEMARNEWS.COM mengatakan tujuh kecamatan itu masing-masing Ngrampal, Tanon, Sidoharjo, Sragen, Plupuh, Sambungmacan dan Karangmalang.
Namun pihaknya belum bisa mendata berapa jumlah petani atau luasan areal yang dipasangi jebakan tikus berlistrik.
“Petaninya berapa data kami belum tahu. Yang kami tahu hanya data-data desa dan kecamatannya itu,” paparnya Kamis (14/5/2020).
Ia mengatakan dinas tak pernah merekomendasikan pemakaian jebakan tikus berlistrik kepada petani.
Kasus jebakan tikus memakan korban itu sudah dirapatkan koordinasi di assisten II bersama Polres dan jajaran terkait.
Hasilnya, karena pemasangan listrik untuk jebakan tikus di sawah membahayakan jiwa siapa pun, maka pemasangannya dinyatakan dilarang.
Pihaknya mengimbau kepada petani untuk segera mencopoti perangkat jebakan setrum tikus di sawah. Jika tidak maka aparat yang akan bergerak menertibkan.
“Ini nanti akan ada sosialisasi yang akan disampaikan di setiap desa. Misalkan ada nanti ditertibkan. Sudah ada beberapa daerah yang dicopot sendiri oleh petani. Imbauan kami, kalau bisa dicopot sendiri. Kalau tidak ya nanti aparat yang akan menertibkan,” tegasnya.
Ekarini menuturkan hasil dapat koordinasi dengan Polres dan TNI serta beberapa instansi merekomendasi bahwa pemasangan setrum tikus di sawah dilarang dan bisa berimplikasi hukum apabila mengakibatkan korban jiwa.
“Jadi dinas pertanian tidak kami rekomendasi untuk menggunakan setrum listrik digunakan tikus di sawah. Karena sangat membahayakan. Kami sarankan mengunakan teknis pemasangan umpan dengan gas pakai belerang atau gropyokan untuk pencegahan perkembangbiakan hama tikus,” terangnya.
Menurutnya selama ini hal itu sudah dilakukan oleh petugas. Namun ia memandang hama tikus sangat cepat berreproduksi sehingga perlu terus menerus dilakukan.
Terpisah, anggota DPRD Sragen Bambang Widjo Purwanto menyayangkan insiden tewasnya para petani akibat setrum jebakan tikus itu.
Menurutnya hal itu sebagai sebuah keteledoran dinas dan Pemkab serta PLN yang tak bisa mendeteksi atau mengantisipasi penggunaan listrik untuk jebakan tikus.
Selain itu, legislator yang nyambi petani asal Gondang itu juga mempertanyakan langkah pencegahan yang sudah dilakukan dinas saat hama tikus merajalela dalam beberapa musim terakhir.
Sebab fakta di lapangan, petani hampir tak pernah mendapat penyuluhan, pendampingan apalagi bantuan untuk penanganan hama tikus yang efektif.
“Akhirnya yang terjadi apa, petani di lapangan akhirnya berjibaku sendiri mencari formula untuk melawan hama tikus. Meski nyawa taruhannya. Pakai umpan nggak mempan, lalu ada yang bereksperimen pakai listrik. Harusnya Pemkab dan dinas itu nggak hanya gembar-gembor melarang dan mengancam proses hukum saja. Tapi juga harus bisa memberi solusi dan menangani masalah tikus. Sehingga petani tidak perlu harus bertaruh nyawa. Sungguh miris kan nyawa petani hanya dihargai satu patok padi di sawah,” tukasnya.
Ketua RT 1, Kampung Sine, Kecamatan Sragen, Suratno mengatakan prihatin dengan kasua jebakan tikus berlistrik yang salah satunya merenggut nyawa warganya, Atun Suryanto (53).
Menurutnya, almarhum dikenal sebagai buruh petani yang rajin. Dia terpaksa menggunakan setrum tikus karena serangan hewan pengerat itu saat ini memang sangat merajalela.
‘Kalau diberi umpan, hanya 4 atau 5 ekor saja yang mati. Kalau pakai setrum tikus itu semalam bisa dapat 80 sampai 100 ekor yang mati. Sementara selama ini, PPL maupun dinas juga tak pernah ada sosialisasi, bantuan untuk memberantas hama tikus juga nggak ada. Akhirnya petani harus berfikir sendiri apa solusinya, meski risikonya nyawa. Kami sangat prihatin dan kehilangan warga kami yang rajin Mas,” tuturnya, Kamis (14/5/2020). Wardoyo