SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rencana perobohan semua tugu perguruan silat di wilayah Kabupaten Sragen, agaknya tak bisa semulus yang dibayangkan.
Meski diklaim sudah disepakati perwakilan pengurus perguruan silat, faktanya arus bawah di perguruan silat utamanya Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) tetap tak rela dan menolak tugu perguruan mereka dibongkar.
Hal itu salah satunya ditunjukkan lewat aksi damai penolakan perobohan tugu yang digelar Minggu (28/6/2020). Ratusan warga PSHT Sragen Ranting Masaran dan Sidoharjo, menggelar aksi turun ke jalan menyuarakan penolakan mereka.
Mereka menggelar aksi long march dan membentangkan spanduk berisi penolakan rencana pembongkaran semua tugu perguruan di Sragen.
Mereka juga menuntut pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan pembongkaran tugu yang dinilai bukan solusi atas serangkaian konflik dan perusakan tugu selama ini.
Dari pantauan JOGLOSEMARNEWS.COM , ratusan warga PSHT itu membawa poster berisikan tulisan antara lain “Tak akan kubiarkan tugu kami dihancurkan,”.
Lalu ada poster dengan tulisan “Bukan soal uang untuk membuat tugu, tapi karena ada lambang yang sudah ada di jiwa kami”.
Selain itu anggota PSHT Sub Jengglong, Ranting Masaran juga membawa tulisan “Berani merusak tugu kami harus berurusan dengan kami,”.
Mereka ramai-ramai menolak perobohan tugu yang dianggap menjadi sumber permasalahan dan perusakan oleh oknum tak bertanggungjawab selama ini.
Ketua PSHT Ranting Masaran Sragen, Widodo menyampaikan sikap bahwa aksi itu dilakukan secara spontan dari warga PSHT. Meski hanya ratusan, ia menyebut total warga PSHT di Masaran ada sekitar 7.000an dan mayoritas sepakat mempertahankan keberadaan tugu PSHT.
Hal itu sebagai wujud keseriusan bahwa jajaran pengurus bersama anggota PSHT Masaran menolak wacana pembongkaran patung PSHT.
”Kami minta pada pemerintah kabupaten sragen untuk membatalkan rencana merobohkan tugu atau simbol pencak silat di Sragen. Simbol itu adalah salah satu kebanggaan kami, maka jangan dirobohkan karena sudah berdiri dan kami juga meminta payung hukum yang jelas,” paparnya.
Menurut Widodo, meski diklaim sudah kesepatan yang digelar oleh Forkopimda di Pemda Sragen, namun ia memandang bahwa hal itu belum bisa dijadikan dasar karena warga di bawah tidak sepakat.
Karenanya, ia meminta agar pemkab Sragen bisa melakukan peninjauan ulang terkait rencana itu demi kondusivitas.
“Kami mohon pemkab ada peninjauan ulang adanya aturan simbol berdirinya tugu pencak silat ini. Total warga PSHT di Masaran ada 7.000 lebih terdiri dari 13 kelurahan. Terdapat tugu maupun patung sebanyak 12 tugu maupun patung yang berdiri di area tepi jalan umum di wilayah kami,” tegasnya.
Salah satu tokoh warga perguruan setia hati terate (PSHT) Sragen asal Masaran, Sugiyamto menegaskan menolak wacana perobohan semua tugu perguruan silat yang ada.
Selain banyak aspirasi warga khususnya PSHT di bawah, penolakan juga didasarkan berbagai pertimbangan.
“Aspirasi dari bawah, khususnya warga PSHT banyak yang menolak kalau semua tugu dirobohkan. Karena tugu itu simbol kebesaran, khususnya di kami warga PSHT,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (27/6/2020).
Menurut anggota DPRD Sragen dari PDIP itu, perobohan semua tugu perguruan bukanlah solusi untuk rentetan aksi perusakan tugu sejumlah perguruan yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Justru yang dinanti sebenarnya adalah ketegasan aparat kepolisian untuk segera mengusut tuntas oknum-oknum tak bertanggungjawab yang melakukan perusakan.
“Kami menyarankan dengan sangat semua permasalahan yang ada diserahkan sesuai proses hukum yang ada. Karena negara kita negara hukum, percayakan pada aparat hukum, wong aturannya jelas, mekanisme penanganan juga jelas. Saya yakin, polisi bisa mengusut pelakunya,” terangnya.
Sugiyamto juga meminta semua pengurus dan pimpinan perguruan silat di Sragen untuk menyerahkan penanganan ke aparat penegak hukum dan menghormati proses yang berjalan.
Pimpinan perguruan juga diharapkan bisa memberikan pemahaman kepada semua anggota dan warga di bawah agar mengendalikan diri, menjaga kondusivitas dan menghindari benturan fisik maupun polemik.
“Saya minta dengan sangat bagi perwakilan pengurus PSHT yang mau merobohkan tugu yang ada, kami memohon supaya itu dibatalkan. Kami khawatir nanti malah akan timbul masalah baru. Karena sebenarnya masalah yang ada saat ini karena ulah oknum-oknum tak bertanggungjawab. Jadi bukan tugunya yang bermasalah, tapi kenapa tugu yang harus dirobohkan,” tegasnya. Wardoyo