JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Pantura

Sistem Pembelajaran via Radio Pacu Semangat Belajar Siswa di Pekalongan

Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Tegalontar, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan tengah fokus mengikuti pelajaran melalui mendengarkan radio. Istimewa
   

PEKALONGAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Selama pandemi virus corona (covid-19), terjadi perubahan skema pembejalaran di dunia pendidikan di Indonesia. Inovasi dalam sistem pendidikan terus dipacu.

Terlebih lagi, kerja keras Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk meningkatkan mutu pendidikan di masa pandemi covid-19. Berbagai kebijakan telah digulirkan, Ganjar tiada henti memacu inovasi dengan berbagai program akselerasi dalam dunia pendidikan di Jawa Tengah.

Selama masa pandemi virus corona (Covid-19), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terus menginstruksikan agar penyelenggaraan pendidikan bisa dilakukan sekreatif mungkin. Tanpa merepotkan siswa, maupun orang tua, dan tentu tetap memperhatikan protokol kesehatan.

Berangkat dari situlah, sebuah sekolah di Kabupaten Pekalongan, melakukan penyelenggaraan pendidikan yang mereka anggap efektif. Yaitu Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Tegalontar, Kecamatan Sragi, Kabupaten Pekalongan. Sekolah memanfaatkan radio komunitas sebagai metode pembelajaran jarak jauh bagi murid-murid sekolah dasar. Mengingat masih banyak orang tua murid tidak memiliki telepon seluler dan akses internet di tengah pandemi Covid-19.

“Kali ini pelajaran kita adalah pendidikan Agama Islam. Tolong diperhatikan, anak-anak,” buka Zaenuri, guru pendidikan Agama Islam, saat menyiarkan materi pelajarannya di studio Radio PPK FM Sragi di Desa Purwodadi, Kecamatan Sragi, Pekalongan, baru-baru ini.

Guru tersebut memberikan materi pelajaran kepada siswanya melalui siaran radio. Seolah-olah sedang berada di muka kelas, Zaenuri dengan jelas dan gamblang memberikan materi pelajaran Agama Islam kepada siswanya. Melalui mikrofon radio, Zaenuri menjelma menjadi penyiar radio. Dengan konten pembelajarannya adalah soal hari kiamat, dan tanda-tandanya.

Kepala SDN 01 Tegalontar, Yoso menerangkan, program mengajar melalui siaran radio komunitas itu berjalan hampir 1,5 bulan. Tujuannya, untuk mengatasi kendala banyaknya siswa yang tak memiliki gawai atau gadget untuk keperluan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam jaringan (daring). Sejak awal Maret, sekolah memberlakukan PJJ dengan menggunakan daring via gawai atau tepatnya melalui aplikasi WhatsApp (WA), ternyata hasilnya tak maksimal.

“Hasilnya kurang maksimal (via WA), karena kurang lebih 50 persen dari mereka tidak bisa menerima. Mereka tidak punya (handphone/HP), ada yang punya tapi HP-nya HP lama. Ada juga yang sudah punya HP model sekarang tapi terkendala kuota,” kata Yoso ditemui di studio radio PPK FM Sragi.

Melihat kondisi tersebut, imbuhnya, pihak sekolah mencari solusi lebih efektif. Solusi memanfaatkan stasiun radio lokal pun tercetus. Selain siaran radio bisa lebih banyak didengar, juga tidak perlu kuota internet.  Penyampaian pembelajaran melalui siaran radio pun dilakukan. Meski mereka akui jika dengan program itu, maka mau tak mau guru harus menyampaikan materi pelajaran dengan cara menyiarkan.

“Dengan bimbingan pengelola radio PPK FM, mereka (guru) bisa menyesuaikan diri. Tanpa bantuan mereka, saya tidak mungkin melaksanakan kegiatan ini,” tuturnya.

Melalui pembelajaran via siaran radio tersebut, orang tua merespons dengan baik. Bahkan siswa pun mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengikuti pembelajaran. Sebab setiap harinya siaran radio yang disebut Kejar Rakom alias Kelas Mengajar melalui Radio Komunitas tersebut dilakukan rutin. Yaitu Senin-Sabtu pukul 10.00 WIB. Kemudian disiarkan lagi pada pukul 16.00 WIB.

Datangi Siswa
Sementara untuk mengetahui seberapa efektif pembelajaran melalui radio, 19 guru SDN 01 Tegalontar, memantau. Yakni dengan mendatangi siswa yang terbagi beberapa kelompok ke rumah-rumah yang ketempatan lokasi belajar. Siswa mendengarkan pesawat radio milik seorang di antara anggota kelompok secara bersama-sama.

“Guru juga memantau, bagaimana suara saya, apakah anak bisa menangkap (suara) atau tidak, bisa mengidentifikasinya dan dicari solusinya,” terang Yoso.

Guru yang mengampu pelajaran, mau tidak mau juga harus menyiapkan materinya terlebih dulu, seperti rencana pembelajaran, tema, dan lainnya. Sedangkan siswa juga harus menyiapkan buku pelajaran yang akan diajarkan setelah terlebih dulu guru mengarahkan materi dan halaman di buku pelajarannya. Untuk jam pelajaran melalui siaran radio sekitar setengah jam untuk setiap kali belajar, yang diikuti 291 siswa.

Pengelola Radio Komunitas PPK FM Sragi 107,7 MHz, Sunarto menjelaskan, kelas radio ini secara teknis memang guru menyiarkan materi pelajarannya kepada siswa yang berada di rumah.

“Sehingga memang siswa melakukan social distancing, dan tetap terjaga kesehatannya,” kata Sunarto.

Teknisnya, jelas relawan itu, yaitu guru lebih dulu menyiapkan materi pelajarannya. Setelah sebelumnya pihak radio melatih guru untuk belajar teknik rekaman, seperti guru lebih dulu merekam suaranya, dengan isinya adalah materi pelajaran yang akan diajarkan, dengan durasi tiga sampai lima menit.

“Pelengkap daring kami adalah radio komunitas,” tambahnya.

Sedangkan untuk alat radio yang ada, menurutnya sudah sesuai standar radio komunitas dengan jangkauan terbatas atau radiusnya sekitar tiga sampai empat kilometer. Meski demikian, dengan segala keterbatasannya, ada pula siswa yang tidak bisa menangkap siaran dengan baik. Namun karena ada siaran ulangan, maka besar kemungkinan siswa tetap bisa mengikuti pelajaran dengan baik.

“Di wilayah Sragi ini hamparan sawahnya luas jadi suara bisa lebih bisa didengar,” imbuhnya.

Seorang wali murid, Tumini, warga Desa Jatimalang, RT 1 RW 3, Kecamatan Sragi menanggapi proses belajar dengan memanfaatkan radio secara positif. Sebab siswa yang berada di rumah, bisa memanfaatkan siaran radio di rumah masing-masing.

“Baik sekali menurut saya,” kata Tumini ditemui mendampingi anaknya bersama temannya yang sedang belajar di rumahnya.

Meski diakuinya, jika tidak semua siswa bisa mengikuti siaran radio, namun itu lebih baik ketimbang mereka tidak melakukan apa-apa. Orang tua, sejauh ini, tidak mengalami hambatan dalam menyiapkan sarananya. Seperti halnya, kadang-kadang memanfaatkan radio melalui telepon selulernya (ponsel) atau juga pesawat radio miliknya.

“Kadang yang punya membawa radionya untuk kelompok,” katanya.

Dia mengatakan untuk radio lebih keras suaranya dan ekonomis karena tidak butuh kuota. Sebab kalau belajar pakai ponsel, orang tua harus punya kuota internet.

“Kalau sekarang walau kuota habis tetap bisa mendengarkan melalui siaran radio,” ungkap perempuan yang setiap harinya bekerja sebagai pembuat kue.

Salah satu siswa Fizza Zahratul Sihfa, mengatakan belajar pakai radio lebih susah. Dia mengaku lebih senang belajar dengan tatap muka secara langsung.
“Senang sih (belajar pakai radio). Minimal orang (anggota kelompok). Tidak susah,” kata Fizza.

Siswa kelas VI ini mengungkapkan rasa rindunya agar bisa belajar di kelas. Dia bersyukur karena di tengah pandemi Covid, tetap bisa belajar meski lewat radio. Dia pribadi bisa mengikuti pelajaran via radio. Seperti saat ini, dia sedang ikut pelajaran Agama Islam. Tak hanya itu, dia juga mendapat tugas. Satria Utama

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com